Toko kain berkonsep one stop textile ini berawal dari seorang pedagang kain India, Lalchand, yang menjajal nasib di Jember pada 1912. Sejak zaman Belanda, usaha ini dijalankannya dengan menjadi partner pemerintah kolonial, serta melayani perorangan, terutama kalangan menengah dan atas di masa lalu.
Tak hanya kain untuk bahan sandang, Toko Sentrum juga menjual kain keperluan rumah tangga seperti gorden, selimut , dan seprai. "Dulu, kami sempat mendapat order dari Pemerintah Belanda untuk mengambil kain produksi perusahaan Belanda," kisah Lilu (59), generasi ke tiga yang kini menjalankan operasional Toko Sentrum.
Kini, toko yang sudah ketiga kali berpindah lokasi dan terakhir di Jalan Sultan Agung 27 ini, masih bertahan menjadi andalan warga Jember yang membutuhkan kain. Sayang, seiring berjalannya waktu dan kian membludaknya produk pakaian jadi, nasib toko kain seperti Toko Sentrum rasanya kian tak jelas. Jika dulu orang lebih banyak membeli kain karena pakaian jadi tak terlalu murah harganya, kini orang lebih memilih membeli pakaian jadi yang praktis dan murah.
"Kenyataannya, pelanggan setia kami, yang dulunya biasa membeli 10 ribu gulung kain untuk hadiah karyawan, kini hanya pesan 1.000 saja," keluh Lilu.
"Kami berusaha bertahan dengan kelengkapan barang, harga yang bersaing, juga pelayanan yang terbaik. Tapi, sekarang memang orang sudah bergeser ke produk pakaian jadi dengan banyak pertimbangan," ungkap Lilu pasrah, tak mampu menyalahkan keadaan.
Gempuran yang dihadapi toko kain seperti yang dimiliki Lilu bukan hanya datang dari produsen pakaian jadi, tapi juga dari toko kain lain yang berada di kota besar. Meski tokonya juga menyediakan kain mahal seperti brokat ataupun tile Prancis, namun orang Jember berduit tak lantas membeli di tokonya.
"Untuk kelas Jember, kain Prancis malah tidak laku. Mereka yang punya uang, lebih baik beli ke Surabaya atau kota besar lain meski belum tentu lebih murah," jelas Lilu.
Melihat kenyataan ini, Lilu pesimis toko kain seperti yang dikelolanya akan berumur panjang. "Mungkin saya akan jadi generasi terakhir yang menjalankan bisnis toko kain ini. Anak-anak saya juga tak ada yang mau meneruskan," pungkasnya pasrah.
Laili Damayanti
KOMENTAR