Dimaki Lewat SMS
Setelah kejadian itu, keluarga kami saling bertemu. Ayah Anj begitu emosi dan menggeledah kamar kos untuk mencariku. Hanya setelah Mamaku, Sri Suyatni (48), minta maaf kepada Anj dan keluarganya, mereka baru bersedia pulang. Itu pun ayah Anj sempat melontarkan ancaman, aku akan menerima ganjaran lewat jalur hukum.
Tak ingin berlarut-larut, aku dan keluarga balik mendatangi keluarga Anj. Kami menawarkan pengobatan atas luka yang diderita Anj. "Terlambat!" begitu kata ayah Anj. Ia mengaku telah melaporkan aku ke Polsek Kemayoran atas tuduhan penganiayaan seperti tertera dalam pasal 351 KUHP. Sungguh aku kaget mendengarnya. Apalagi saat mendengar ancaman hukumannya selama 2,8 tahun penjara!
Saat itu, Anj sudah melakukan visum di RS Islam Jakarta dan mengaku luka yang diderita membuatnya tak bisa bekerja seperti biasa. Anj dan keluarga mengaku mau berdamai, namun dengan satu syarat, yaitu aku harus mengemis minta maaf ke keluarga besar Anj. Karena kami keberatan, laporan ke polisi pun akhirnya terus diproses.
Selang beberapa waktu, aku dipanggil polisi. Yang pertama, Desember 2010. Di hadapan Anj, kedua pihak keluarga dan penyidik, kami dimediasi agar berdamai. Jujur, aku memang ingin kasus ini cepat selesai. Aku lalu menawarkan biaya ganti pengobatan sebesar Rp 500 ribu untuk mengobati luka bakar yang ia katakan masuk klasifikasi derajat 2. Anj menolak.
Anj malah mengajukan syarat yang makin tak masuk akal. Dia mau berdamai asal aku mau menikah dengannya atau memberi uang "sakit hati" sebesar Rp 25 juta. Saat itu ayahnya sedang sakit dan dirawat di ICU. Tak lama, beliau meninggal dunia. Selama itu pula, aku dimaki dan disumpahi ibunda Anj lewat SMS. Tak tahan, aku memutus komunikasi, mengganti nomor telepon, juga pin Blackberry.
Ade Ryani / bersambung
KOMENTAR