Ubay merasa tak mendapatkan kesan Reni sebagai gadis Jawa yang lambat atau pelan. "Sebab, dia juga sudah mandiri sejak kecil ketika di luar negeri. Yang jelas, dia jago masak. Masakan dia mak nyoss! Ha ha ha... Terutama masak ikan salmon dan pasta, enggak perlu ke restoran, deh!" tutur Ubay sambil tertawa. Lama-kelamaan, keduanya saling mengerti. Keluarga Reni yang awalnya juga kaget, akhirnya maklum.
Ubay yang awalnya canggung harus masuk ke lingkungan keraton dengan segala adat istiadatnya, kini juga mulai terbiasa. "Soal menikah dengan putri raja, itu hanya nilai plus saja buat saya. Yang saya lihat, kan, Reninya," tandas Ubay. Kunjungan keluarga Ubay ke keraton untuk melamar Reni pun dilakukan tepat saat gadis bertubuh langsing ini berulangtahun ke-24. "Sebelumnya, mereka sudah pernah datang ke sini. Waktu pernikahan kakak saya, saya undang mereka, supaya mereka tahu adat saya, dan seperti itulah yang akan terjadi bila kelak saya dan Ubay menikah," imbuhnya.
Sesuai adat keraton, Reni tak boleh hadir dalam ruangan saat lamaran. Jadilah ia mengintip dari balik pintu sambil deg-degan. Apalagi, ia melihat wajah Ubay tampak gugup. "Menurut adat keraton, Ngarso Dalem baru akan menjawab lamaran beberapa hari setelahnya. Namun, setidaknya saya sudah lega setelah acara berakhir dengan lancar," tutur gadis yang berwirausaha di bidang batik ini.
Lantaran akan menjadi keluarga keraton, Ubay mendapat nama baru, yaitu Kanjeng Pangeran Haryo Yudanegara. Sedangkan Reni mendapat nama baru Gusti Kanjeng Ratu Bendara. "Ngarso Dalem memberi kami beberapa nama untuk dipilih, dan itulah yang kami pilih," ungkap Ubay.
Segera setelah lamaran, Reni dan Ubay mulai membuat persiapan, termasuk memesan busana dan suvenir. Menurut Reni, pihaknya ingin rakyat Yogyakarta bisa ikut menikmati sekaligus merasakan dampak positif pernikahan ini secara ekonomi. Itu sebabnya, ia dan Ubay sudah sepakat untuk mengadakan pesta di Yogyakarta, semua akan menggunakan produk Yogya, mulai dari tema, dekorasi, undangan, suvenir, lurik, keramik, busana, dan sebagainya.
Undangan menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan Inggris lantaran para duta besar juga diundang. "Kami mblusuk-mblusuk ke perajin keramik, lurik, dan lain-lain, sampai akhirnya ketemu suvenir yang pas," ujar Reni yang tidak melihat pernikahan yang melibatkan lebih dari 200 orang panitia ini dari sisi megahnya. "Ini pernikahan adat. Sebab, kami ini poros budaya. Jadi harus meneruskan adat istiadat. Kelak, anak cucu kami juga akan kami ajari agar adat tetap dilestarikan."
Selain meminta pihak hotel dan maskapai penerbangan ikut bersiap, "Kami juga sudah meminta Dinas Pariwisata untuk ikut membantu mengadakan acara di Yogya, sehingga para tamu yang datang tidak hanya untuk pernikahan saja," imbuhnya. Dan, saat ijab kabul, Reni dan Ubay akan mengenakan busana basahan, sedangkan saat resepsi menggunakan busana beludru hitam, lenggap dengan hiasan bubuk emas.
"Ini pakem adat keraton, jadi tidak bisa diubah. Busananya dibuat oleh Afif Syakur, desainer batik dari Yogya. Setelah dilamar, saya segera memesan busana ini, karena proses pembuatannya lama," jelas gadis yang menghabiskan masa SMP dan SMA di Singapura. "Pembuatnya tidak boleh bernapas agar bubuk emasnya tidak beterbangan. Itu sebabnya pembuatannya makan waktu lama, empat bulan," tutur Reni.
Sedangkan untuk riasan, Reni akan menggunakan jasa Tienuk Riefki. Acaranya sendiri akan dilangsungkan mulai dua hari sebelum resepsi. Minggu (16/10), pihak mempelai pria datang ke Kagungan Dalem Ksatriyan. Esok paginya, acara siraman dilangsungkan, dan malam harinya dilaksanakan midodareni. Acara ijab kabul akan berlangsung pada Selasa pagi dilanjutkan upacara adat tradisional keraton.
Di acara inilah, para undangan yang berjumlah 1500 termasuk VVIP di antaranya presiden, para menteri, duta besar, dan pejabat lainnya akan hadir. Malam harinya, acara resepsi digelar dengan dihadiri 1000 undangan di Gedung Kepatihan. Untuk menuju Kepatihan, keduanya akan dikirab dari keraton dengan kereta Jongwiyat buatan tahun 1880. Iring-iringan mempelai antara lain akan melewati Jalan Malioboro, sehingga rakyat bisa ikut menyaksikan secara langsung sang mempelai.
Hasuna Daylailatu
KOMENTAR