Nama Mekarsari mulai dikenal pada medio tahun 2005. Di tahun yang sama, kami berinovasi memproduksi keripik pisang. Ceritanya, aku sempat berkunjung ke suatu daerah di Jawa Timur, mencicipi pisang tanduk yang besar dan manis. Timbul ide untuk menjadikannya camilan aneka rasa. Proses ini bukan berarti langsung berjalan mulus, lho. Berbulan-bulan mencoba, kami tak juga menemui formula yang pas untuk hasil keripik pisang kemasan yang awet. Bahkan, pernah oleh supplier di Bandung, keripikku dikembalikan karena tiba di sana melempem dan tak laku dijual.
Gara-gara peristiwa itu aku harus menanggung rugi hingga Rp 50 juta. Tapi aku tak putus asa, malah semakin penasaran. Berbekal bahan baku berkualitas, aku terus mencoba membuat keripik pisang yang enak, renyah dan tahan lama. Aku sampai meminta anak dan saudara untuk mencicipi setiap kreasi keripikku. Jika mereka tidak batuk karena bumbu yang digunakan, tandanya aman. Jangan sampai pakai bumbu yang murah dan dapat untung banyak, tapi bikin orang sakit.
Akhirnya, camilan yang kuberi nama Pisang Agung tercipta dalam rasa manis, asin pedas dan barbeque layaknya snack kentang yang sering ditemui di supermarket.
Untuk mulai berekspansi di produk baru ini, aku tak mau tanggung-tanggung. Setelah produk diterima masyarakat, kami harus siap menghadapi pesanan menjelang Lebaran, dimana dalam sehari bisa memproduksi hingga 15 ton. Secara bertahap, kerjasama dengan masyarakat setempat kami dilakukan.
Aku menyewa lahan perkebunan pisang selama tiga tahun di Jawa Timur. Luasnya 10 hektar dan ditanami 30 ribu bibit pohon. Untuk mengerjakan lahan itu, aku merekrut 30 orang masyarakat sekitar. Mereka tak hanya menanam tapi juga bisa menjualnya kepada kami. Setidaknya, daripada lahan menganggur, warga bisa memanfaatkan untuk menambah penghasilan mereka. Kami juga bisa menjaga ketersediaan dan kestabilan harga bahan baku. Setelah berbuah dan panen, lahan pun aku perluas. Kini, sudah meluas hingga 100 hektar.
Tahun 2006, kami merambah pasar Sulawesi dan Papua. Aku tetap turun langsung ke pasar bersama suamiku, Haris. Suamiku membawa sample camilan dan aku melakukan trik pemasaran. Menurutku, cara konvensional itu tetap ampuh untuk mendapatkan pelanggan. Hingga kini produk Mekarsari telah menyebar ke berbagai kota di Indonesia seperti di Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Irian jaya, NTB. Bahkan ada beberapa konsumen yang memasarkan hingga ke luar negeri, seperti Malaysia, Singapura, Hongkong, Brunai, dan Amerika yang sudah di kemas ulang dengan merek mereka.
Namanya usaha, aku juga kerap menemui kompetitor serupa. Supplier atau anak buah di lapangan sering melaporkan produk pesaing yang jenisnya sama tapi dijual lebih murah. Aku tak menganggap mereka musuh, justru sebagai mitra dan penyemangat. Selama kualitas kami masih yang terbaik dan bisa untung, kami tak perlu perang harga. Kalau diikuti, nanti produk Mekarsari dinilai tidak konsisten dan melanggar prinsip.
Sejak awal, kami fokus menjual camilan grosir dengan ukuran 4-5 kg. Namun, sekitar tahun 2008, banyak tetangga ingin beli dalam kemasan kecil. Melihat peluang ini, aku pun terpikir menjadikan produk Mekarsari agar bisa lebih dinikmati semua kalangan.
Suatu ketika, ada rumah yang dijual di bilangan Pondok Jati, Sidoarjo. Rumah dua lantai ini lalu kami renovasi dan bangun menjadi showroom camilan yang dinamakan Roemah Snack Mekarsari (RSM). Tepatnya tahun 2009, RSM mulai diresmikan dan beroperasi. Alhamdulillah, toko ini ramai sekali. Dalam sehari bisa ada 2000 orang yang datang dari berbagai daerah.
KOMENTAR