"Dia sudah belajar terjun payung sejak umur 13 tahun. Waktu itu dia masih kelas 2 SMP Imanuel di Medan." Sebagai putra tentara, Yudo dan Jibut sering diajak Sang Ayah menonton para tentara terjun payung. Lalu suatu saat, "Jibut bertemu Robby Mandagi dan Yapto Suryosumarno yang saat itu penerjun senior di Indonesia. Melihat nyali dan minat Jibut, Robby bersedia melatihnya. Hanya sekitar empat jam dilatih, Jibut langsung diterjunkan di Medan. Akhirnya Jibut memecahkan rekor dunia sebagai penerjun termuda," kata Yudo yang belakangan juga ikut latihan terjun payung.
Sejak saat itu Jibut rutin terjun bersama Robby. Ayah Jibut yang kala itu menjabat sebagai Wapangkowilhan I Sumatra dan Kalimantan Barat pun memberi dukungan penuh. "Ayah saya waktu itu bertugas di Linud dan sering mengemudikan pesawat TNI AD, menerjunkan tentara. Kebetulan Ayah juga punya pesawat pribadi, jadi kami sering latihan sendiri. Ayah yang mengemudikan pesawat, lalu pada ketinggian tertentu kami diterjunkan. Lokasinya bisa di mana saja. Di Jogja, Jakarta, atau Medan," kenang Yudo.
Pelatih Termuda
Ketika Sang Ayah pindah tugas ke Jakarta tahun 1976, Jibut semakin mengembangkan hobi terjun payung. Bahkan di usia 20 tahun, pria kelahiran Jombang itu berhasil menjadi pelatih terjun payung. "Dia memecahkan rekor sebagai pelatih termuda."
Sebelum kuliah manajemen di Amerika, Jibut sempat kuliah di Jurusan Elektro Trisakti namun hanya betah setahun. Ia lalu hengkang ke Negeri Paman Sam. "Sambil kuliah, dia tetap terjun dan jadi member USPA. Karena itu, namanya sebagai penerjun juga sudah dikenal di Amerika sejak tahun 80-an." Kembali ke Jakarta tahun 1988, Jibut menjadi instruktur untuk masyarakat umum dan korps TNI, Polri, hingga Bea Cukai. "Dia paling jago di bidang kerjasama di udara. Begitu keluar dari pesawat, hanya beberapa detik saja dia sudah bisa memegang temannya. Gerakannya lincah sehingga tiap kali ikut PON, hampir selalu dapat medali emas," kenang Yudo.
Tak hanya sibuk melatih, Jibut juga mengembangkan teknik terjun dengan payung segi empat. Ia juga melakukan pengadaan payung segi empat untuk para atlet. Jibut pula yang memodifikasi payung segi empat tersebut sehingga dapat mengembang lebih sempurna.
Payung parafoil yang sekarang dipakai oleh para atlet terjun payung, kata Yudo, "Adik saya yang membawanya masuk ke Indonesia. Payung jenis itu lebih aman ketika mendarat. Dia juga yang menyarankan agar siswa terjun harus didampingi jump master. Siswa harus digandeng instruktur saat keluar pesawat. Setelah instruktur mengembangkan payung siswa, baru dilepas."
Kini, penerjung payung lincah itu telah tiada. Tas berisi pakaian serta bumbu dapur yang selama ini setia menemaninya, menjadi saksi bisu kepergiannya...
Rini Sulistyati
KOMENTAR