Di awal usahanya, Agus dan Tutik didukung seorang teman, yang biasa mereka sapa Pak Azan, yang juga memiliki bisnis kuliner. Pak Azan inilah yang meminjami modal berupa alat produksi membuat pastry untuk Agus dan Tutik.
"Dukungan penuh Pak Azan ketika itu memang membuat kami jadi bersemangat membuka usaha dan akhirnya kami merasa yakin dengan hasil olahan pastry kami. Lambat laun memang kami merasakan dampaknya, semakin banyak orang yang memesan pastry kami, padahal kami tidak melakukan promosi besar-besaran, lho, hanya lewat gethok tular saja, alias dari mulut ke mulut," terang Agus.
Mulanya, usaha pastry ini pun tak langsung berjalan mulus. Sejumlah ujian kerap mereka hadapi misalnya, ada pelanggan yang tega tak membayar hasil jerih payah mereka. "Biasanya cobaan memang datangnya di awal usaha. Bahkan, ketika sudah merasa yakin usaha akan maju pun, ada saja cobaannya. Tinggal kitanya saja, kuat atau tidak mengahdapi dan menjalaninya. Semua itu saya jadikan pengalaman berharga dan pembelajaran. Dari situ kami jadi tahu cara mengatasinya. Dan kami yakin, rezeki tak akan ke mana, kok," tukas Agus.
Setelah mengalamai pasang surut dalam berbisnis, kini baik Agus maupun Tutik mulai bisa merasakan hasil manisnya. Agus yang enggan menyebutkan berapa omset yang diraihnya setiap bulan, mengaku semakin hari pesanan atas pastry-nya semakin meningkat. Semua langganannya, baik kafe maupun perorangan, terus bertambah. "Saat ini pesanan memang cenderung meningkat. Akhirnya, kami juga menambah jenis yang dibuat. Seperti roll cake, pie, puff, puding, dessert, cookies. Yang jelas, kualitas harus terus dijaga."
Menjaga kualitas memang menjadi salah satu trahasia dapur Roemah Pastry milik Agus dan Tutik. Agus hanya perlu mempertahankan kualitas bahan baku kue yang terbaik dan hasil olahan yang mempertahankan citarasa rumahan khas Wahyu Austin. "Jika semua dikerjakan dengan ikhlas dan dari hati, pasti hasilnya akan baik dan maksimal. Yang menikmatinya pun akan merasa enak. Itu saja rahasianya," papar Agus lagi.
Kendati usahanya sudah semakin maju dan berkembang, namun Agus pun memandang lain arti kesuksesan. Ukuran sukses, menurut Agus, bukan dilihat dari jumlah materi ataupun kuantitas produksi setiap harinya. Melainkan dari semua kerja keras yang dilakukannya bisa berubah menjadi nikmat bagi keluarganya dan makin dicintai keluarganya.
Saat ini, dibantu tiga orang karyawannya, Agus dan Tutik tetap ikut mengolah pastry dengan rasa senang dan bersyukur. "Kami tak pernah membedakan karyawan yang satu dengan yang lainnya. Kami saling bekerja sama saja. Kami menerapkan sistem kekeluargaan, tapi tidak seenaknya. Ya, sesuai dengan kapasitas dan tanggung jawab mereka lah."
Uniknya, bagai istilah "Buah tak jatuh jauh dari pohonnya", kedua anak Agus dan Tutik ternyata gemar masuk dapur. Bahkan keduanya pun memiliki bercita-cita ingin menjadi chef dan menggeluti bisnis kuliner seperti kedua orangtuanya. Si Sulung Wahyu memiliki keahlian mengolah cokelat, bahkan salah satu perusahaan dari Singapura, Edible Printing, mengajaknya tur ke lima kota untuk mendemokan olahan cokelatnya bersama salah satu chef ternama asal Jakarta, Steven Ho.
"Jangan heran, Wahyu dan Austin kini sudah terlatih berwirausaha, lho. Jadi sepulang sekolah kalau sedang tidak ada ulangan atau PR, mereka berdua membuat kue cokelat dan menjualnya di rumah dengan harga mulai dari Rp 4.000 hingga Rp 10 ribu. Malah sudah ada ada beberapa tawaran buat mereka untuk membuat cokelat. Honornya mereka kelola sendiri," kata Tutik.
Sejak TK, lanjut Tutik, Wahyu memang sudah terlihat berminat pada kegiatan amsak-memasak. Ketika itu, Wahyu sudah sanggup membuat omellete, sosis goreng dan lainnya. "Biar bisa masak sendiri, saya sampai belikan dia dingklik yang ditaruh di bawah kompor biar badannya lebih tinggi dari kompor," kisah Tutik soal si sulung. Bakat sang anak memang didukung kedua orangtuanya, kendati sekolah tetap jadi nomor satu untuk saat ini.
KOMENTAR