"Kaki saya masih sakit kalau digerakkan. Makanya saya tidak berani berubah posisi," kata Marlena ketika ditemui di RS Bhayangkara, Surabaya, Selasa (24/5). Kakinya yang membengkak, baru saja dioperasi. Dokter mengeluarkan cairan di paha Marlena yang menumpuk akibat bekas luka lama.Selain luka fisik di hampir sekujur tubuhnya, Marlena juga menderita luka batin yang amat berat. "Memang, sih, majikan saya cerewet tapi saya enggak menyangka bakal disiksa seperti ini."
Sang majikan, Tan Fang May, baru berubah "ganas" di tahun ketiga Marlena mengabdi pada keluarga itu. "Makanya saya heran, kok, dia jadi begitu," ungkap Marlena yang digaji Rp 400 ribu per bulan dan naik menjadi Rp 475 ribu pada tahun 2010. "Bikin salah sedikit saja, tangan saya dicubit sampai hitam. Kalau dulu-dulu, paling hanya ngomel," kata Marlena sambil menunjukkan kedua tangannya yang belang-belang permanen bekas penganiayaan.
Semua perintah majikan, katanya, harus dikerjakan dengan sempurna jika tak ingin dapat siksaan. "Misalnya saya disuruh Tacik Fang belanja di supermarket dan ada yang lupa, gaji saya dipotong seharga bahan yang seharusnya dibeli. Kalau saya lupa beli sayur yang kira-kira seharga Rp 10 ribu, selain dimarahi dan dipukul, gaji saya bulan berikutnya dipotong sebesar Rp 10 ribu," kisahnya.
Gaji Malah Minus
Toh, Marlena mencoba bertahan. "Saya pikir, galaknya masih wajar lah. Lagipula, balik ke desa, saya hanya menganggur, tak bisa cari uang." Ia tak menyangka, delapan bulan terakhir ini, "Sama sekali enggak dapat gaji. Semua kerusakan barang di rumah majikan, saya yang harus menanggung."
Ia kemudian memberi contoh, beberapa bulan lalu kulkas lama milik keluarga Fang tiba-tiba rusak karena freezer-nya sudah tidak dingin lagi. Tan Fang pun naik pitam dan memaksa Marlena mengganti biaya kerusakan senilai Rp 4 juta. "Karena seringnya dapat hukuman, sejak delapan bulan lalu saya tidak terima gaji bulanan lagi. Gaji saya malah minus sampai Rp 9 juta," cerita Marlena yang selalu dapat pukulan bertubi-tubi jika telat bangun pagi.
Tak ada hari terlewat tanpa amarah dan pukulan. "Sementara kalau mau pulang ke desa, enggak mungkin karena saya enggak punya biaya. Belum lagi utang jutaan itu. Pagar pun selalu terkunci rapat," papar Marlena.
Puncak penderitaan Marlena terjadi sekitar 12 sampai 14 Mei lalu ketika Tan Fang menuduhnya mencuri perhiasan. Tak merasa mengambil, Marlena ngotot membela diri. Akibatnya, Marlena disiksa. "Saya dipukul, disiram air panas, disundut sutil panas, dijambak, dan lain-lain."
Bahkan semenjak dituduh mencuri, tuturnya, bukan hanya Tan Fang yang ringan tangan, "Keluarganya juga ikut-ikutan memukul." Sejatinya, penyiksaan itu diketahui dua babysitter yang beberapa bulan sempat bekerja di Tan Fang, yaitu Dwi Fitri Noryani (19) dan Sulasmi (17). "Tapi mereka enggak bisa apa-apa karena pasti kena marah. "
Karena Marlena bersikeras mengatakan tak mencuri perhiasan seperti yang dituduhkan, ia pun diperlakukan seperti bukan manusia semisal tidur di pekarangan belakang dengan leher terikat bersama anjing. Makan pun hanya diberi nasi basi. Anggota keluarga Tan Fang juga menyiksa tak kalah beratnya. "Saya diinjak-injak dari kaki sampai kepala. Mereka tak berhenti menyiksa, padahal saya sudah minta ampun dan menangis kesakitan."
KOMENTAR