Tenda biru masih terpasang di depan rumah keluarga B Silaban dan R Sianturi di Dusun VI Pulau Gadung Desa Pagar Jati, Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang. Anak bungsu Sianturi, Advon Nugroho Silaban (25) dan menantunya Novalina Magdalena Siringoringo, yang baru sepekan menikah tewas terbawa air bah di Pantai Pai atau Batako,Desa Tanjung Putri, Kelurahan Namu Ukur, Kabupaten Langkat, Selasa (17/5).
Aku tak bisa membayangkan anak dan menantuku 'hilang' terbawa arus air bah. Saat itu Selasa (17/5) aku, anakku dan menantuku pergi ke Namu Ukur, untuk mengadakan acara paskah di Gereja Katolik. Hari itu, kan, bertepatan dengan hari libur paskah. Sebenarnya aku sudah tak berniat untuk ikut pergi. Namun, menantuku merengek-rengek mengajakku ikut serta.
Alasanku tak mau pergi saat itu, mereka baru seminggu menikah. Jadi, darah mereka masih 'manis', begitu kata orang tua. Tapi, dasarnya mereka ngotot untuk pergi. Akhirnya aku ikut juga. Saat itu kami berangkat dengan 13 mobil.
Malam sebelum kepergian kami, aku ingat betul, aku bermimpi. Pada Subuh, sekitar pukul 03.00 dini hari, aku mimpi rambut Nova terlihat putih semua. Seperti sudah tua. Karena tak menganggap itu sebagai firasat apapun, akhirnya kami tetap pergi ke Namu Ukur.
Setelah selesai melaksanakan acara Paskah, kami semua merasa penat. Kebetulan di depan rumah kerabatku ada pantai yang airnya cukup deras. Saat itu kami beramai-ramai pergi ke pantai. Melihat air yang jernih, kami segera membasuh kaki dan tangan kami.
Sempat kudengar suara orang yang melintas bilang pada kami agar menjauh saja dari pantai itu. Katanya, air pantai cukup deras. Padahal hari itu cuaca cerah. Aku lihat keluargaku jalan-jalan di bebatuan, termasuk anak dan menantuku. Baru beberapa detik suara orang itu menghilang, air mengalir deras meluap seperti air bah. Sayup-sayup aku dengar suara menjerit minta tolong. Aku lihat anak dan menantuku memegangi badan kedua bocah sepupu mereka, Ito dan Randa.
Kulihat air meninggi, sampai sekitar 5 meter. Di depan mataku, empat orang yang kusayangi terseret air bah. Ya ampun! Karuan saja aku berteriak histeris, menangis dan menjerit. Saat itu sebenarnya aku juga sempat terseret arus. Tapi, aku sempat berpegangan erat pada sebuah batu.
Usai musibah itu, tak henti aku berpikir, kalau saja mereka tak menolong kedua bocah itu mungkin mereka bisa selamat. Tapi, ya, sudahlah. Mungkin ini yang namanya ajal. Kita mau bilang apa.
Advon Tak Ketemu
Praktis hari itu juga semua warga dikerahkan untuk mencari keempat korban. Sayangnya, tak ada Tim SAR dan bakornasda yang berada di tempat sehingga pencarian kedua orang yang kucintai itu memakan waktu lama.
Rabu pagi (18/5), jenazah Nova akhirnya ditemukan tak jauh dari lokasi dia hilang. Dengan bantuan mobil ambulans RSUD Sultan Sulaiman, jenazah Nova dibawa kerumahku. Sudah disediakan dua lubang untuk anak dan menantuku. Aku ingin mereka bisa bersama-sama. Yang membuat hatiku makin teriris, hingga kini Advon tak ketemu.
Sebenarnya, bulan April lalu, seharusnya Nova diwisuda jadi sarjana pendidikan di Unimed Medan. Tapi, acara wisudanya ditunda karena ada pelantikan rektor Unimed. Kini, Nova tak bisa lagi merasakan bangganya mengenakan toga. Betapa sedih hatiku.
Walaupun tak ada firasat dan tanda-tanda akan kepergian kedua orang yang aku sayangi, tapi, sebelum kami ke pantai Nova sempat menitipkan cincin pernikahannya padaku. Alasannya, dia takut kalau di air cincinnya akan terlepas. Selain cincin, anakku juga menitipkan kunci mobil dan telepon selularnya padaku. Semua benda itu kini jadi kenang-kenangan buatku.
KOMENTAR