Selama penyanderaan, sekitar 5-6 kali suami telepon. Itu juga hanya sebentar-sebentar, mungkin paling lama 2 menit. Kalau telepon, dia hanya bilang, "Papa sehat. Hati-hati. Titip anak-anak, ya, Ma." Begitu saja bicaranya. Enggak ada informasi apa pun selain itu. Enggak ada juga kesempatan mengobrol panjang lebar.
Suatu waktu, sempat lama enggak ada kabar. Saya lalu coba untuk telepon ke nomor yang menghubungi saya. Tapi enggak nyambung-nyambung, enggak ada nadanya. Meski enggak bisa telepon setiap saat, mendengar suaranya saja saya sudah senang.
Bukannya sudah biasa ditinggal lama suami?
Memang betul. Bahkan sejak masih pacaran, dia sudah sering berlayar dalam waktu lumayan lama. Hanya saja, kan, bukan disandera seperti ini. Sebenarnya, suami saya baru bekerja di PT Samudra Indonesia. Dia dapat kontrak empat bulan, sampai Juni nanti. Ketika itu, secara bersamaan, dia juga dapat tawaran jadi dosen di Akademi Ilmu Pelayaran. Tapi kemudian dia memilih PT Samudra Indonesia.
Apakah Anda trauma dengan kejadian ini?
Iya. Tapi saya serahkan sepenuhnya ke suami, akan kembali berlayar atau bagimana. Masih belum sempat membahas juga.
Karena Juni nanti kontraknya di PT Samudra Indonesia sudah selesai, saya akan mengambil cuti agar kami sekeluarga bisa ke Klaten, Jawa Timur, untuk berziarah ke makam orangtua. Menyambut kedatangan suami, saya juga menyiapkan makanan kesukaannya, yaitu gulai kambing.
Tapi karena saya enggak suka kambing dan selalu mual kalau mencium bau kambing, ya, suami masak sendiri. Suami dan anak laki-laki kami sangat pintar memasak. Dia tahu saya enggak suka kambing, jadi dia masak sendiri. Ha ha ha...
Selain memasak, apa saja yang biasa dilakukan suami ketika di rumah?
Pokoknya ada saja yang dilakukan kalau sedang tidak berlayar. Mulai dari berkebun, mengecat, sampai betulin genting. Dia punya satu tukang bangunan langganan yang biasa membantu, namanya Kenting. Jadi, sebenarnya, kalau suami lagi di darat malah menghabiskan uang. Ha ha ha...
Sepertinya sudah tak sabar, ya, bertemu suami?
Ha ha ha... Kami menikah sejak tahun 1985. Selama menikah, kami tidak pernah bertengkar. Kalaupun marah sama saya atau anak-anak, paling dia hanya diam saja. Saya yang enggak tahan kalau didiamkan dia terus.
Yang jelas, saya sangat berterima kasih kepada Pemerintah, Presiden SBY, Kemenlu, dan Kemenhumham yang telah banyak membantu penyelamatan suami. Termasuk mereka yang mendoakan suami selama di sandera hingga bisa kembali ke Indonesia tanpa kurang suatu apa pun. Saya juga kaget menerima banyak SMS, email, dan telepon dari berbagai pihak yang menyampaikan dukungan dan doa.
Edwin Yusman F
KOMENTAR