Saat ditemui di rumah sakit pada Jumat (6/5), kondisi Masfar baru lima puluh persen pulih. Seluruh wajahya terkelupas. Setelah menjalani operasi yang kelima kalinya, Masfar tampak mulai bisa bicara. Di depan pintu kamar, tercantum tulisan 'sementara pasien tak boleh dijenguk'. Istri Masfar, Lilis, terlihat setia mendampinginya. "Saya trauma dengan kejadian ini. Seram sekali. Setahu saya selama ini suami tak ada musuh. Dia juga tak pernah cerita pada saya kalau ada musuh," ujar Lilis yang awalnya menolak untuk diwawancara.
"Yang jelas, untuk biaya operasi dan perawatan suami kami harus mengeluarkan Rp 500 juta. Enggak tahu bagaimana cari uangnya. Ya, pinjam sana pinjam sinilah," ujar ibu dua anak tersebut.
Masfar sehari-hari adalah Pegawai Negeri Sipil di Penanaman Modal Daerah (PMD) Pemprov Sumut yang diperbantukan di PKK provinsi sebagai pengurus. Dengan terbata-bata, Masfar lalu bercerita asal muasal kejadian nahas yang menimpa dirinya.
"Kejadiannya, Sabtu (25/4), waktu itu seperti biasa saya berangkat dari kantor jam 14.00 siang menuju Jl. Ayahanda, hendak rapat. Karena belum makan siang, saya sempatkan singgah di rumah makan. Begitu turun dari mobil, baru saja melangkahkan kaki, tiba-tiba dari arah belakang sebuah mobil muncul. Seorang pria berlari menghampiri saya."
Sekonyong-konyong, pria itu menyemprotkan air keras ke wajah Masfar. "Saya berusaha mengelak. Namun, wajah bagian kanan saya keburu terkena air keras. Rasanya perih," ujar Masfar terbata-bata. Seakan belum puas, "Dia menyemprotkan air yang tersisa sekali lagi ke wajah saya. Saya tahan dengan tangan."
Setelah puas menyiram Masfar, pria tersebut lari. Sempat terlihat oleh Masfar, seorang pria lain menunggu dengan sepeda motor di ujung jalan. Kedua pria itu lantas tancap gas meninggalkan Masfar yang terkapar pingsan di jalan. Lantaran pingsan, Masfar bahkan tak tahu siapa yang kemudian membawanya ke Rumah Sakit.
Dipukuli Di Rumah Dinas
Sambil menahan perih dan memegangi wajahnya, Masfar mencoba mengingat wajah dua orang yang melakukan penganiayaan kepadanya. Sayang, ia mengaku tak cukup jelas melihat wajah mereka. "Yang pasti, saya tak kenal mereka. Saya juga tak pernah ada musuh. Cuma, beberapa hari yang lalu saya memang punya masalah dengan Walikota Medan, Rahudman Harahap (RH)," kata Masfar perlahan.
Ceritanya, Minggu (19/4), Masfar mendapat undangan makan malam dari Bupati Labuhan Batu Selatan. "Sampai pukul 22.00 malam saya makan sama beliau. Selesai makan malam saya menyempatkan diri ke rumah teman yang anaknya menerima hantaran untuk perkawinan." Di rumah teman tersebut, Masfar bertemu dengan YSR, istri sang walikota.
Saat akan pulang, Masfar diminta mengantarkan YSR ke rumahnya. "Kami tidak berdua saja. Ada teman saya juga. YSR dan temans saya duduk di belakang, saya menyetir sendiri di depan. Seperti sopir mereka," cerita Masfar. Setelah mengantar sang teman ke rumahnya, barulah Masfar menuju rumah dinas walikota untuk mengantarkan YSR. "Karena macet, kami memang kesorean sampai di rumah dinas."
Setelah menurunkan YSR di rumah dinas, "Saya tancap gas keluar dari situ. Namun, satpam yang ada di depan malah menutup pintu gerbang. Katanya, saya dipanggil RH."
Merasa tak bersalah, Masfur menghadap sang walikota. Saat keduanya berdekatan, tak disangka RH tiba-tiba memukul wajah Masfur. Ketakutan, Masfur tak bereaksi. "Setelah itu, ajudannya menarik saya ke dalam mobil. Saya tancap gas hendak keluar rumah dinas," cerita Masfar.
KOMENTAR