Jika segalanya berjalan lancar, keluarga 20 ABK Indonesia di Kapal MV Sinar Kudus akan segera menerima kabar baik. Pemerintah sudah mengisyaratkan akan memenuhi permintaan tebusan perompak Somalia. Sayang, pihak Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menolak memberi informasi detailnya. "Semua upaya pembebasan masih berlangsung dan semua opsi masih terbuka," kata Juru Bicara Kemlu RI, Michael Tene, Jumat (15/4).
Jika semuanya sesuai skenario, berarti berakhirlah penyanderaan 20 ABK Indonesia sejak 16 Maret 2011. Kapal MV Sinar Kudus yang bermuatan nikel ini dibajak perompak Somalia di perairan Laut Arab saat melakukan perjalanan dari Pomalaa, Sulawesi Tenggara, menuju ke Rotterdam, Belanda.
Pemilik kapal, PT Samudera Indonesia Tbk (SI), dikabarkan sudah mengirim surat elektronik berisi kesanggupan membayar tebusan. Jumlah uang tebusan pun berubah-ubah terus. Awalnya, perompak minta 2,6 juta dolar Amerika, lalu naik menjadi 3,5 juta dolar AS, sebelum turun lagi menjadi 3 juta dolar AS.
Selain negosiasi, Pemerintah RI juga sempat mempertimbangkan aksi militer demi membebaskan 20 WNI yang jadi sandera. Aksi militer ini sudah mendapat restu dari Pemerintah Somalia yang mengaku tak bisa membendung aksi jahat para perompak mereka. Akibat perang saudara yang berkepanjangan, Angkatan Laut Somalia kini sangat lemah.
Ulah para perompak Somalia memang sudah lama meresahkan. Begitu banyak kapal yang telah mereka bajak, menyandera awak kapal, lalu minta tebusan. "Bajak laut sudah jadi bisnis yang menggiurkan," kata Direktur Badan Narkoba dan Kriminal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Maria Costa, seperti dikutip New York Times.
Dari hasil bajakan, mereka hidup mewah. Punya banyak istri cantik, rumah mewah, mobil baru, juga senjata baru. Para perompak umumnya berasal dari Puntland, wilayah di timur laut Somalia, berusia antara 20-35 tahun. Aksi perompakan marak lantaran banyak pemuda menganggur akibat sulitnya mencari pekerjaan. Pada umumnya mereka berasal dari tiga kelompok, yaitu bekas nelayan, milisi, dan ahli teknologi. Para mantan nelayan bertugas mengendalikan operasi karena mereka paham wilayah, bekas milisi bertugas di garis depan membawa senjata. Sedangkan yang ahli teknologi, mengoperasikan peralatan canggih seperti telepon satelit, GPS, dan peranti keras militer.
Yang aneh, mereka enggan disebut perompak. "Mereka menyebut dirinya penjaga pantai."
Edwin
KOMENTAR