Sejujurnya Umar enggan mengingat masalah yang menimpa dirinya, apalagi bertemu dengan Fransiska Anastasya Octaviany alias Rahmat Sulistiyo alias Icha yang menikah dengan dirinya, 19 September 2010. "Kalau bisa, sih, enggak usah ketemu dulu, deh, dengan dia. Buat apa? Semua foto-foto kami sudah saya serahkan ke polisi. Ngapain juga saya menyimpan foto-foto tersebut," tandas Umar.
Meski begitu, Umar mengaku tidak dendam kepada Icha, istrinya yang kemudian diketahui berjenis kelamin laki-laki ini. "Ini namanya cobaan tidak selamanya hidup itu lancar. Untungnya banyak dorongan dari masyarakat, teman kantor, dan orangtua yang terus mendukung saya agar tetap semangat. Tiap malam mereka tetap kumpul di rumah saya. Sikap mereka tidak berubah sama seperti sebelumnya," tutur Umar yang mengajar ngaji anak-anak di sekitar rumah.
Umar ingin mengikuti hukum dan prosedur yang berlaku. "Penginnya cepat beres, tidak mau berlama-lama karena cape harus mengulang cerita yang sama. Intinya ini musibah, insya Allah ada hikmah di balik itu. Saya bisa belajar dari pengalaman yang telah dilalui. Cukup saya dan keluarga yang mengalami jangan terulang masyarakat lain."
Anak tunggal ini mengaku akan lebih berhati-hati terutama saat mengenal lawan jenis. "Semua memang kembali ke diri sendiri bagaimana mensikapi pergaulan, saring mana teman yang baik dan tidak," kata Umar yang akan mulai bekerja pekan depan ini. "Kasihan orangtua saya, jangan suruh Ibu cerita takutnya depresi. Bahkan Bapak belum tidur sama sekali. Saya saja baru tidur 15 menit sudah bangun karena ada teman datang."
Kenal Lewat HP
Lalu, apa sebenarnya terjadi? Umar mengaku mengenal Icha pertama kali gara-gara Icha salah menelepon. "Ada telepon masuk dan salah alamat. Tapi obrolan kami berlanjut dan nyambung," kenang Umar. Mereka pun bertemu muka dan Icha memberikan alamat FB. "Saya sendiri enggak bisa, tuh, main FB, tapi yang penting tahu saja."
Diakui Umar sebelum mengenal Icha, pernah senang dengan beberapa perempuan. "Saya ini laki-laki normal suka wanita cantik dan naksir dengan mereka. Tapi hanya sebatas itu saja, tidak menjurus ke arah yang negatif. Buat apa malah bikin dosa."
Ketika ditanyakan apa yang membuat dirinya klik dengan Icha, Umar mengaku biasa-biasa saja. "Orangnya biasa-biasa saja, enggak ada istimewanya. Sama seperti perempuan lain, berpakaian sederhana dan berkerudung," kata Umar yang mengaku Icha sosok yang ramah, ramai, lucu, dan "bocor". "Sementara saya orangnya pendiam, dia kebalikan dari saya. Mungkin itu yang membuat kami cocok."
"Masing-masing orang itu, kan, ada kelebihannya tidak ada yang sempurna. Ya layaknya orang senang bagaimana, sih, sulit diutarakan." Kepada Umar, Icha mengaku bekerja sebagai pramugari. "Saya enggak ngerti juga, ada pramugari pakai jilbab. Pokoknya percaya pekerjaan dia apalagi bahasa Inggrisnya lumayan. Bahkan mengaku kuliah di UPN semester 3. Saya juga pernah ajak dia ke kantor saya. Tapi saya belum pernah ke kantornya atau ke rumah orangtuanya."
Kalau ngobrol dengan teman-temannya pun, Icha tidak pernah duduk berdekatan. "Duduknya juga jauh-jauhan. Saya sama sekali tidak curiga karena ketemunya selalu malam dan tidak memperhatikan kondisinya. Warga mungkin memperhatikan karena tiap hari lihat." Bahkan suara Icha pun merdu bukan suara laki-laki. "Saat mengaji suaranya indah."
Merasa cocok, Umar pun membawa Icha ke rumahnya dan dikenalkan ke orangtuanya. Kepada sang ibu, Minah, Icha pun mampu menarik perhatian. "Pendidikannya tinggi bahkan kuliahnya selesai. Umar, kan, enggak mampu karena tidak ada biaya, jadi hanya sampai SMA. Saya percaya dan kami cepat akrab saat ngobrol. Apalagi dia pintar ngaji, baca Alquran, yasin. Saya makin kagum karena lebih pintar dari Umar. Tapi kalau tahu dia laki-laki pasti saya kabur, takutlah ketemu dia," tutur Minah dengan wajah takut.
Obrolan pun menyinggung masalah perusahaan dan pekerjaan Icha. "Badannya memang besar tapi bicaranya halus dan sopan santun. Kalau habis kerja pasti saya dibelikan makanan. Mungkin biar Umar betah jadi dibelikan segala jenis makanan. Bilang ke saya, sih, kerjanya jadi pramugari. Tapi nyatanya kalau kerja hanya seminggu tiga kali saja."
KOMENTAR