Setelah berhasil menemukan formula pengeringan, Heri lalu bereksperimen membuat lembar kartu ucapan dari selembar kertas yang dilapisi daun-daun kering, yang diberi kalimat-kalimat mutiara. Mulai dari kartu ucapan ulang tahun, Valentine, Natal, hingga Lebaran. "Bentuknya memang unik dan terlihat lebih natural," tutur Siti tentang perjuangan suaminya merintis usahanya itu.
Karena bentuknya yang natural dan unik, Heri lalu mencoba menitipkan kartu-kartu itu ke salah sato toko di Bali, dengan pertimbangan para turis biasanya menyukai sesuatu yang natural. "Dugaan suami saya tak meleset, ternyata kartu ucapan itu laris manis," cerita Siti yang usahanya kini diberi label Kriya Daun.
Berhasil lewat kartu ucapan, ia lalu mencoba membuat berbagai kotak dari karton tebal yang dilapisi dedaunan kering, lalu dititipkan ke sejumlah teman yang ikut berpameran. "Waktu itu saya sempat protes karena modalnya Rp 100 ribu diambil dari uang belanja. Tapi, suami meyakinkan, tak usah khawatir karena hasil penjualannya akan menghasilkan lima kali lipat dari modal," papar Siti. Ternyata ucapan Heri benar adanya.
Suatu ketika, lanjut Siti, Heri pernah mengatakan, usahanya ini kelak akan mampu menghidupi dirinya dan keluarga. "Ternyata benar, meski suami sudah tidak ada, tapi dia bisa menghidupi saya dan anak-anak," kata Siti mengenang ucapan suaminya.
Sejak itu, Heri dan Siti pun semakin percaya diri memproduksi sejumlah karya dalam jumlah besar. Bahkan, pada tahun 2000 mereka mulai berani mengikuti pameran untuk pertama kalinya di Delta Plaza Surabaya. "Memang dasar rezeki, baru pertama kali ikut pameran, langsung dapat order dari Prancis berupa kotak bungkus permen cokelat," cerita Siti.
Setelah menyuplai secara tetap untuk pembeli di Prancis, pada pameran berikutnya, Siti kembali mendapat pesanan tetap dari Inggris. Kali ini, untuk mengisi sebuah galeri yang ada di sana. Dan pada 2005, ia mendapat pesanan secara tetap setiap bulannya dari Daisy Coffin, tempat penitipan abu jenazah di Inggris. Kotak-kotak buatannya itu dijadikan kotak penyimpanan abu jenazah. Bentuknya macam-macam, ada yang berbentuk kubus, oval, hati dan masih banyak lagi.
Bahkan, oleh Daisy Coffin kotak itu lalu disebar ke sejumlah lembaga serupa di seluruh dunia. "Saat ini, dalam sebulan saya minimal mengirim 1500 kotak ke Inggris. Tapi, untuk yang ke Jerman dan Prancis, berhenti total sejak adanya bom Bali I," papar Siti.
Di saat usaha mulai menanjak, tiba-tiba Siti mendapat musibah, Sang Suami meninggal dunia karena serangan jantung. "Saya sempat limbung dan keteteran. Tapi, dengan dukungan ketiga anak laki-laki yang mulai beranjak dewasa, saya bisa meneruskan usaha ini hingga sekarang," kata Siti yang saat ini juga kerap memberi pelatihan bagi ibu-ibu perajin pemula.
Kini, selain mengekspor produknya, Siti juga tetap mendapat pesanan dari berbagai perusahaan atau BUMN, membuat kotak-kotak untuk suvenir, aneka wadah untuk perusahaan kopi luwak, juga menerima pesanan umum, seperti untuk suvenir perkawinan, ulang tahun dan khitanan. "Pokoknya, apa saja kami terima," ucap Siti yang saat ini omzetnya sekitar Rp 75 sampai Rp 100 juta per bulan.
Soal bahan baku, sampai kini pun tak ada masalah sama sekali. Untuk sementara ini, ia membeli bahan berupa sampah daun kupu-kupu dari petugas kebersihan di depan Royal Plaza. Ia membeli Rp 20 ribu setiap satu karung daun. "Bahkan, Ibu Walikota Tri Rimaharini memberi wacana, sebaiknya sampah daun kupu-kupu di Surabaya diberikan semua ke saya. Selain untuk membantu pengembangan usaha, sekaligus mengurangi sampah," papar Siti yang kini semakin rajin ikut pameran berskala nasional maupun daerah.
KOMENTAR