Rumah Siti Retnanik di Jl. Ngagel Mulyo XV/23 A, Surabaya memang tak terlalu luas. Namun, rumah itu juga berfungsi ganda. Selain sebagai tempat tinggal, juga menajdi ruang bekerja. Di ruang tamu Siti yang berukuran 3x4 meter, selain dipenuhi berbagai barang hasil kerajinan, juga ada empat orang karyawan sedang duduk lesehan sambil mengerjakan pekerjaan masing-masing.
Ada yang tengah memotong karton tebal dengan cutter, yang lainnya membentuk karton menjadi kubus, dan sisanya menempelkan daun kupu-kupu pada setiap dinding kubus dengan lem hingga menghasilkan kotak yang cantik berornamen natural. "Beginilah keadaan rumah saya, tidak pernah bersih, selalu dipenuhi orang-orang yang bekerja. Barang-barang juga berserakan," kata Siti.
Untuk bisa mencapai usaha seperti sekarang ini, perjalanan yang Siti lalui cukup panjang. Ia harus mengalami jatuh bangun. Kendati demikian, orang yang paling berjasa bagi Siti adalah mendiang suaminya, Heri, yang wafat enam tahun lalu. Ibu tiga anak ini lalu menceritakan, semula ia tak pernah menduga akan bisa memiliki usaha seperti ini.
Dulu, ketika suaminya masih berdinas di PT Perkebunan, sangat menyukai tanaman. Di halaman rumahnya, yang ketika itu masih di Pondok Tjandra, Sidoarjo, dipenuhi berbagai tanaman bunga maupun buah. "Mungkin karena pekerjaannya di perkebunan, jadi soal tanaman sudah menyatu dalam dirinya," kenang Siti.
Tak hanya itu, di sela-sela waktu luangnya, mendiang suaminya juga kerap mengeringkan berbagai daun dengan cara sederhana, yakni meletakkan lembar-lembar daun diantara halaman buku beberapa lama, hingga mengering. Proses ini, biasa disebut dengan istilah herbarium.
Siti belakangan baru tahu, yang dilakukan suaminya itu memiliki tujuan. Setelah memasuki masa pensiun pada 1996, suami Siti mulai meninggalkan proses herbarium, dan mencoba menggunakan cara kimiawi agar proses pengeringannya lebih cepat.
Tetapi persoalannya, suaminya bukanlah seorang ahli kimia, sehingga tak pernah berhasil, bahkan sempat hampir mencelakai dirinya. Suatu ketika, suaminya membeli bahan-bahan kimia, kemudian mencampurnya jadi satu untuk merendam dedaunan yang akan dikeringkan.
Apa yang terjadi? Setelah semua bahan kimia dicampurkan, tiba-tiba meledak dan melelehkan ember-ember plastik yang dipakainya. "Saya marah sekali sama suami. Bukannya berhasil, malah merusak," kata Siti ketika itu. Meski mengalami kegagalan, Heri sama sekali tak putus asa. Ia terus bereksprimen, dengan analisa bahan kimia sebisanya. Secara kebetulan, sekitar tahun 1999, Heri menemukan formula sederhana untuk mengeringkan dedaunan dari bahan yang ada di dapur, salah s atunya minuman bersoda.
Selanjutnya, bila ingin memutihkan warna daun, ia merendamnya dengan dengan cairan pemutih pakaian. Bila menginginkan warna daun tetap hijau meski dikeringkan, daun direndam dengan soda kue dicampur garam dapur. Dan jika menginginkan warna daun coklat natural, sebelum dikeringkan daun direndam dengan sitrun. Setelah mengalami proses pengeringan, setiap lembar daun disetrika satu per satu.
Ketika itu, Heri memilih daun kupu-kupu sebagai bahan bakunya. Selain pohonnya banyak terdapat di sepanjang jalan sehingga tak akan kekurangan bahan, tekstur daun kupu-kupu juga sangat bagus. Bila sudah kering, teksturnya pun sangat kuat.
KOMENTAR