Inilah Dianing (55), mantan penyanyi pop ternama dari Yogyakarta era 1976 hingga 1980-an, dan pernah menjadi finalis lomba menyanyi ajang Indonesia Populer tingkat nasional.
Kini, di masa tuanya Dian memilih menggeluti dunia fashion dan dikenal sebagai spesialis pembuat longtorso dan bustier. Tak lama lagi, kabarnya Dian akan membuka butik kebaya dan baju-baju hasil desainnya. Ia mengaku, tak pernah membayangkan bakal menerjuni dunia fashion. ''Setelah tidak menyanyi, saya jadi brand manager sejumlah perusahaan kosmetik dari luar negeri. Kemudian, buka salon,'' terang istri dr. Prawoto itu.
Kata Dian, ia mengawali usahanya secara kecil-kecilan dengan memasang iklan di media massa. Itu saja sudah membuatnya kewalahan menerima pelanggan. Karena sering belanja kain untuk membuat longtorso, ''Pemilik toko kain menawari saya untuk titip katu nama. Saya mau saja. Kan, promosi gratis. Terlebih saya lihat banyak juga yang titip,'' terangnya.
Kini, kediaman Dian di Jl. Munggur, Gg. Permadi 102, Demangan Kidul, semakin banyak didatangi pelanggan. ''Banyak kalangan atas yang datang ke mari. Tapi, saya tidak begitu hapal, apakah mereka artis atau istri pejabat. Saya hanya mengenal mereka sebagai pelanggan saya saja,'' ucap Dian.
Latar belakang pendidikan formalnya, sarjana pertanian dari Instiper, Yogyakata. Tetapi, Manik Puspito sudah senang melukis sejak ia masih kecil. Karena itu, selama kuliah di Yogya, ia mulai mengembangkan hobinya ke mendesain baju. Manik pun belajar mode di APPMI dan ikut pelatihan menjahit di sekolah fashion Esmod, Jakarta. Tahun 1998, ia pun mengikuti kursus menjahit di PAPMI Yogyakarta.
Ilmu menjahitnya terus diasah lewat buku-buku. Selesai kursus, ia magang pada beberapa fashion designer ternama. "Salah satunya ikut Pak Yusuf, orang Jogja yang punya usaha bridal di Malaysia. Saya kebagian tugas mendisain pola-pola busana Melayu yang akan dibordir. Saya juga pernah kerja pada orang Singapura yang memiliki usaha bridal Melayu di Jogja."
Selama magang, Manik memendam rasa, suatu hari kelak ia harus mandiri. Tekad itu diwujudkannya pada tahun 2000. "Saya mulai dari satu mesin jahit. Saya buka usaha bordir kebaya di sebuah rumah di gang kecil, di kawasan Jalan Palagan. Lama-lama makin berkembang, karyawan saya ada tiga orang karena saya juga mulai membuka usaha jahit kebaya yang dibordir dan dipayet," terang Manik yang kini sudah memiliki 25 kayawan.
"Kalau boleh dibilang, spesialisasi, keistimewaan atau ciri khas karya saya, ya, kebaya bordir. Tapi, sebagai penjahit akhirnya saya ikut arus apa maunya pelanggan. Kalau kurang pas, baru akan saya arahkan. "
Kendati karyanya sudah amat dikenal sekitar tahun 2004 Manik menerima tawaran pemilik toko kain di Jl. Solo untuk menitipkan kartu namanya. "Waktu itu sebenarnya busana saya sudah banyak di foto untuk koran dan majalah. Titip kartu nama, sekadar promosi gratis saja."
Jujur, Manik merasakan dampak positif dari hasil menitipkan kartu namanya, kendati bila dibandingkan dengan promosi gethok-tular alias dari mulut ke mulut, masih lebih tokcer yang terakhir. Karena pelanggannya terus bertambah, "Akhirnya saya buka Rumah Mode Griya Rasu'an di pinggir jalan Jl. Palagan agar lebih mudah ditemukan pelanggan."
Rini Sulistyati
KOMENTAR