Pelanggan Nomor Satu
Tahun 2000-an, nama Michael sebagai perancang busana sudah mulai dikenal publik Jogja. Ia pun kerap membeli kain di sejumlah toko kain di Jalan Malioboro maupun di Jalan Solo. Suatu kali, terbetik dalam benak Michael untuk menitipkan kartu namanya di toko para penjual kain langganannya.
Berhubung sudah kenal baik dengan si pemilik toko maupun pegawainya, dengan senang hati mereka menerima tawaran Michael. ''Waktu itu belum ada yang menitipkan kartu nama desainer,'' jelas pria asli Yogya itu.
Selain bisa berpromosi gratis, Mihael ingin memberi pesan kepada pelanggan toko kain. ''Kalau orang awam saja bisa belanja kain tiap hari di toko itu, berarti mereka sama kelasnya dengan para perancang busana. Itu membuat mereka bangga dan merasa dihargai.''
Sebenarnya, tanpa menitipkan kartu nama pun, Michael yang kala itu sudah memiliki rumah mode di kawasan Gejayan, pelanggannya sudah antre menunggu setiap hari untuk mendapatkan desainnya. Para pelanggannya sudah tahu kualitas karya Michael. Bahkan, salah satu karyanya ada yang dipajang di salah satu toko batik di Malioboro.
Nah, beberapa tahun belakangan ini, sejumlah perancang busana dan pemilik rumah mode di Yogya mulai mengikuti langkah Michael, menitipkan kartu nama di toko kain. Kata Michael, itu bukan masalah. "Tidak akan mengurangi pelanggan saya. Itu bukan saingan bagi saya, melainkan sebuah tantangan. Di antara mereka, kan, memiliki ciri khas tersendiri. Konsumen bebas memilih mana yang disuka,'' tegas Michael yang April nanti akan mengadakan show tunggal berkenaan ulang tahunnya yang ke 40 tahun.
Pernah, lanjut Michael, pelanggan barunya ia tanya kenapa memilih datang kepada dirinya, padahal ada banyak kartu nama yang dipegangnya. "Dia bilang, temannya yang memberi referensi agar datang ke saya. Jadi, promosi terbaik, memang MLM alias dari 'mulut lewat mulut'. Karena itu, bagi saya, melayani pelanggan sebaik mungkin, itu nomor satu."
Mantan peragawati asal Yogyakata, Dyah Wulansari (27), kini memilih membuka Rumah Mode Odysa bersama bundanya, Ny. Sari Andriyati (55) di Jl. Lowanu 37. Awalnya, kegiatan jahit-menjahit hanya sebagai terapi dan pengalihan stres bagi Sari, lantaran mendiang suaminya menderita sakit serius sehingga perlu perhatian khusus.
"Tiap hari mengurus orang sakit lama-kelamaan stres juga. Akibatnya, tangan kanan saya lemah. Lalu, teman-teman menyarankan agar saya mengalihkan sebagian perhatian ke hal lain. Kebetulan saya suka baju. Kemudian, saya coba membuka usaha jahitan, ternyata stres saya berkurang, meski suami saya uring-uringan karena perhatian saya jadi terbagi,'' terang Sari yang mengaku tak bisa menjahit. Begitu pula Wulan.
KOMENTAR