Sikap diam Kampri ternyata membuat perilaku Sri menjadi-jadi. Bahkan ia berani berjalan berduaan dengan Nar di siang hari. "Dia juga jadi suka bilang minta cerai." Karena permintaannya tak pernah diladeni, akibatnya Kampri diusir dari rumah. "Saya pindah ke rumah sendiri," kata Kampri.
Toh, cinta Kampri pada sang istri tak berkurang. Bahkan, setelah kejadian ini, Kampri masih membuka pintu maafnya bagi sang istri. "Sepanjang dia benar-benar insyaf dan tidak macam-macam lagi, saya masih mau menerima. Tapi, kalau dia tetap minta cerai, ya, akan saya ceraikan," kata Kampri tanpa ekspresi.
Tak cuma Kampri yang sering mengingatkan perbuatan tak terpuji sang istri. Heri, sang anak, juga suka mencoba mengingatkan ibunya. Hasilnya, Heri didamprat sang ibu dengan kata kasar semisal, "Kamu itu, kan, ibarat air kencingku. Kok, malah berani-beraninya menasihati aku," kata Heri menirukan ucapan ketus ibunya. Padahal, kisah Heri lagi, "Saya malu sama tetangga sekitar. Kok, Ibu yang sudah punya cucu, selingkuh," tutur Heri.
Namun, bagi Heri, ibu adalah tetap ibu. Ia akan memaafkan kendati perbuatan sang ibu nyaris merenggut jiwanya. "Kemarin, waktu bertemu, Emak (panggilan Heri pada Sri, Red.) minta maaf pada saya. Sebagai anak, saya tentu memaafkan dan berharap kelak hukuman yang diterimanya tidak terlalu lama sehingga segera bisa kembali ke rumah," ujar lelaki yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tani itu. Heri pun merasa lega karena ayahnya bersedia memaafkan perbuatan ibunya. "Saya akui, Bapak orangnya luar biasa sabar. Sudah disakiti seperti itu, tapi dengan jiwa besar masih mau menerima," puji Heri.
Gandhi Wasono M./ bersambung
KOMENTAR