Ferdi Melawan
Ferdi menduga ada unsur kesengajaan QM terhadap investasinya yang selalu jeblok. "Masak, sih, enam dari tujuh investasi yang saya lakukan atas anjuran mereka ambrol dalam waktu yang berdekatan?" tanya Ferdi. Ia pun berulang kali menemui pihak manajemen QM. Tapi, selalu dimentahkan dengan argumen bahwa kerugian adalah risiko investasi.
Ferdi lalu mendesak QM untuk menyelesaikan permasalahan secara damai dengan membuat perjanjian. Sayangnya, Ferdi merasa QM belum memberi kepastian. "Mereka hanya bersedia mengembalikan iuran tahunan sebesar Rp60 juta. Kayak naik pesawat, lalu jatuh. Cuma dibalikin uang tiketnya, doang. Saya merasa telah dipermainkan," tegas Ferdi.
Ferdi pun melawan. Ia menggandeng Panji Prasetyo sebagai kuasa hukumnya, lalu melaporkan QM dan manajemennya ke Polda Metro Jaya dan mengadukan QM ke Finansial Planning Standard Board (FPSB) yang ditembuskan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Financial Planner Association Indonesia. "Saya berharap, ke depannya tidak ada lagi orang yang mudah terpedaya seperti saya," katanya.
Di sisi lain, menurut Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kusumaningtuti S. Soetiono yang dikutip dari laman Okezone, hadirnya perencana keuangan, wewenang financial planner semata-mata hanya memberikan advice dan opsi terhadap jenis investasi. Bila rugi, itu adalah tanggung jawab investor.
Namun, menurut Titu, kasusnya berbeda bila financial planner sudah memegang dana klien. "Jadi mirip sebagai manager investasi. Ini harus ada izin dari OJK," kata Titu.
Saat ditemui di kantornya, Rabu (16/4), Ligwina Hananto enggan menyebutkan nama Ferdi Hasan. Wina beralasan, dalam situasi apa pun, ia harus melindungi data kliennya. "Sesuai kode etik, planner wajib menjaga dan tidak boleh membocorkan data klien," cetusnya.
Dalam membuat rencana keuangan, saat klien sudah berhasil memenuhi target dana darurat, dana pendidikan, dan dana pensiun, ia selalu merekomendasikan opsi deposito, surat berharga, atau obligasi, dan properti. "Ada klien yang menolak deposito karena keuntungannya dianggap kecil."
Saat klien memilih obligasi, misalnya, Wina akan mengajak klien untuk mengobrol dengan manajer investasi. "Bukan merekomendasikan, tapi mencari tahu ada produk apa saja di sana." Akan tetapi, Wina selalu melakukan verifikasi produk investasi kepada kliennya. "Saya punya proses verifikasi. Bagaimana cara kerjanya? Underlying asset-nya? Bagaimana kalau kolaps?"
Kebun jati, misalnya. "Klien membeli tanah dan akan mendapatkan tanah kalau ada apa-apa, asalkan suratnya benar. Tapi, bagaimana kalau ternyata pemilik tanah tersebut juga ditipu? Oh, dia mau mengembalikan uang pembelian dalam jumlah bulat, kok." Tapi, lanjut Ligwina, ternyata klien tersebut menginginkan harga yang lebih tinggi. "Padahal di perjanjian tak seperti itu."
Wina pun membantah pemberitaan yang menyebutkan ia menyuruh klien menjual reksa dana. "Saya juga tidak memilih kepemilikan saham di perusahaan-perusahaan tersebut." Wina juga mengaku siap bila dipanggil pihak berwajib. "Insya Allah, mari kita hadapi! Dengan cara itu, saya malah bisa menjabarkan data yang saya miliki," ucapnya sambil tersenyum.
KOMENTAR