Sayur Asem H. Masa Makan Ambil Sendiri
Lokasi warung makan yang berada tak jauh dari Bintaro Trade Center, Bintaro Sektor 9, Tangerang ini dapat ditempuh dalam waktu sekitar 20 menit saja dari kota Jakarta. Meski warung makan ini terletak di pinggir jalan alternatif dan agak terpencil, tak kurang dari sekitar 200 orang datang setiap harinya untuk mengisi perut di kala lapar. Terlebih di jam makan siang.
Tak seperti beberapa tahun lalu ketika usaha ini baru dimulai, kini bagi pengunjung yang membawa mobil tak perlu khawatir. Karena area parkir yang cukup luas sudah disiapkan H. Masa diseberang warungnya.
Usaha H. Masa dan sang istri, Hj. Sumi, ini dimulai sejak 1980. Hingga sekitar 1997, warung ini telah berkembang pesat. Sayur asem yang ditawarkan di sini memang berbeda dengan sayur asem di tempat lain. Selain berkuah bening, isi sayur asem pun sangat lengkap dan menggoda untuk disantap.
Dalam satu mangkuk sayur asem, bisa ditemukan kecipir, pare, nangka muda, melinjo, jagung manis, jagung muda, kacang tanah berkulit, kacang panjang, potongan oncom dan jengkol muda. Semua sayuran ini tentu memunculkan rasa tersendiri.
Jengkol muda dalam sayur asem ini memang ciri khas sayur asem H. Masa. Beragam jenis sayur yang ada di dalamnya juga diolah dengan cara yang teliti sehingga tingkat kematangan jenis sayur merata, dengan cara dimasak tak terlalu lama hingga tidak menjadi lembek.
Tak seperti isinya yang sangat beragam, warung makan yang buka sejak pukul 08.00 sampai habis ini ternyata menggunakan bumbu yang sederhana. Hanya bawang merah, cabai merah, garam dan terasi. Bumbunya tidak ditumbuk halus, melainkan dicincang kasar lalu disaring sebelum digunakan. Agar kuahnya tetap bening, sang koki tak menggunakan gula aren atau gula merah dalam racikan bumbunya.
Dihidangkan panas-panas, sayur asem ini memang sangat cocok untuk disantap siang hari. Semakin nikmat disantap dengan tambahan aneka pilihan lauk, mulai dari pepes, ikan goreng, tahu, tempe, ikan asin dan sambal ekstra pedas. Khusus untuk sambal, setiap harinya H. Masa membutuhkan 12 kilogram cabai segar. Tak heran rasa sambalnya begitu pedas, hingga bisa membuat keringat bercucuran.
Uniknya, sistem yang diterapkan di warung ini adalah self service alias mengambil makanan sendiri secara prasmanan. Pelanggan boleh bebas mengambil sendiri nasi dan lauk yang diinginkan. Pelayan hanya mengambilkan minum dan semangkuk sayur asem yang dihargai Rp 5 ribu per porsi. Sementara lauk pauk lainnya dihargai sekitar Rp 3 ribu sampai Rp 10 ribu.
Sistem pembayarannya pun masih sangat tradisional. Pelanggan tinggal menyebutkan apa saja yang diambilnya ke kasir seusai makan. Menurut salah seorang pelayan, sistem ini sudah diberlakukan sejak awal. "Kalau pelanggan tidak jujur, tanggung jawabnya, kan, sama yang Di Atas," tegasnya.
Bila kebetulan melewati Jalan Joglo Raya, Jakarta Barat, pasti Anda akan bertemu sebuah gang bernama Sayur Asem. Ya, tepat disamping gang itu terletak rumah makan sayur asem yang telah melegenda. Selain karena sudah ada sejak tahun 70-an, rumah makan ini juga tetap dijaga bentuk bangunan aslinya hingga kini.
Rumah khas Betawi dengan lantai tanah yang ditaburi serbuk gergaji itu selalu ramai dipenuhi pelanggan. Akibatnya, jika tiba waktu makan siang, jalan sekitar rumah makan ini pasti akan sedikit tersendat akibat keluar-masuk kendaraan para pelanggan sayur asem H. Matali (49) yang mampir makan ke tempat ini.
Mengenai bentuk rumah makan ini, Matali mengaku demi menjaga warisan orangtua dan bisa dijadikan ajang nostalgia bagi para pelanggan setianya. "Selain itu, lantai tanah ini juga bikin udara di dalam jadi adem. Panas dari genting langsung diserap lantai. Jadi tidak butuh kipas angin atau AC lagi," tukas pria ramah ini.
Sekilas, sayur asem H. Matali tampak tak jauh berbeda dengan sayur asem pada umumnya. Berkuah bening, berisi beragam sayuran, mulai dari kacang panjang, terung hijau, melinjo dan daunnya, nangka muda, serta potongan oncom.
Tapi begitu dicoba, yang pertama terasa di lidah adalah rasa asam yang amat segar. Menurut Matali, ini karena pemakaian buah asam mentah yang dihancurkan dan dicampur sedikit air. "Bukan asam yang sudah jadi, tapi ini buah asam asli yang masih muda dan segar. Jadi rasanya juga segar dan kuahnya enggak keruh."
Hal lain yang membedakannya dengan sayur asem lainnya, "Bumbunya enggak dicampur terasi atau penyedap lain. Hanya pakai bawang merah dan cabai saja," terang ayah empat anak dan lima cucu ini. Tak heran, bila terasa semburat pedas dari kuahnya, meski tak sampai membuat keringat bercucuran, sehingga bisa menambah tingkat kesegaran sayur yang biasa dihidangkan selagi panas ini.
Sayur asem ini ujar Matali, selain enak dimakan selagi panas, juga enak dimakan ketika sudah dingin. "Kebanyakan sayur, kan, enggak enak kalo dimakan dingin. Nah, yang ini beda, nih," tambahnya dengan logat Betawi yang kental.
Sejak dimulai tahun 70-an, usaha yang dikelola orangtua angkat Matali ini sudah langsung mengambil hati pelanggannya. "Rumah makan ini sudah ada sejak belum ada angkutan umum selain delman. Alhamdulillah masih bisa bertahan sampai sekarang," ungkap Matali yang pada 1995 bisa naik haji dari hasil mengelola rumah makan ini.
Buka dari jam 08.00-16.00 WIB, Matali menjual sayur asem dan lauk yang beragam mulai dari tahu, tempe, ikan asin dan rempeyek udang, berkisar dari Rp 5 ribu sampai Rp 7.500. "Walau harga-harga sudah pada naik, tapi saya jarang menaikan harga. Paling setahun sekali, soalnya enggak enak sama pelanggan. Kalau cuma mikirin untung, sih, bisa saja. Tapi saya enggak bisa. Naiknya juga paling Rp 500."
Selain menjaga bentuk rumah makan, "Saya juga menjaga kualitas dengan tidak mengurangi bahan dan masih memasak dengan cara tradisional. Tapi, sekarang sudah enggak memakai kayu bakar lagi."
Dicontohkan Matali, "Nasi putih di sini beda sama nasi putih lainnya. Boleh dicoba kalau enggak percaya. Beras jenis yang sama, kalau dimasak pakai pemasak nasi otomatis akan beda rasanya dengan yang diolah pakai cara tradisional. Nasi yang dimasak secara tradisonal akan lebih "berisi". Makan sepiring saja pasti kenyang. Makanya saya enggak menyarankan pelanggan tambah nasi," imbuh Matali yang mempekerjakan 10 orang karyawan ini.
Edwin / bersambung
foto: edwin
KOMENTAR