Suasana duka masih menyelimuti keluarga Abdul Rochim (58) di Desa Kedungturi, Sidoarjo. Hamparan tikar bekas tahlil bersama di malam sebelumnya pun masih terbentang di ruang tamu. Walaupun terlihat tegar, raut wajah ayah empat anak itu menunjukan duka yang teramat dalam. Rochim mengaku berat melepas kepergian sang buah hati, Nuna Tantri (20), siswi kelas 3 SMK Negeri 2 Buduran, Sidoarjo, yang terjadi tiba-tiba. "Tidak ada firasat yang saya rasakan bahwa Nuna akan pergi dengan cara begitu," tutur Rochim.
Rochim, yang sudah berhenti kerja dari perusahaan cat ini menceritakan, Minggu (22/1) pagi putrinya pamit belajar kelompok di rumah temannya. "Dia pergi naik motor, bawa laptop di tasnya. Saya pikir, benar mau belajar sama teman-temannya, jadi saya tak keberatan. Apalagi dia sudah kelas 3, sebentar lagi mau ujian."
Akan tetapi, menjelang petang putri bungsunya itu tak kunjung pulang. Rochim mulai cemas. Lampu kamar Nuna yang biasanya sudah menyala sejak sore, hari itu terlihat gelap gulita. Segera Rochim menghubungi ponsel Nuna, namun tak terhubung. Pesan pendek yang ia kirimkan pun tak berbalas. "Saya makin cemas, ke mana harus mencari Nuna? Ponselnya sulit dihubungi. Pikiran saya waktu itu sudah mulai macam-macam, jangan-jangan ada sesuatu di jalan," katanya.
Selama ini, papar Rochim, setiap pergi ke mana pun, putrinya selalu pulang tepat waktu. Kalaupun akan pulang terlambat, pasti akan menghubungi dan minta izin terlebih dulu. Karena hari itu kabar mengenai putrinya tak kunjung ia terima, jam 23.00 malam ia buka lebar-lebar pintu rumahnya, dengan harapan Nuna segera pulang.
Di tengah rasa galaunya, Rochim tiba-tiba mendengar pintu rumah diketuk seseorang. "Begitu saya ke depan rumah, dua anggota polisi datang diantar tetangga. Satu berpakaian dinas dan satunya lagi berbaju preman," kata Rochim yang saat itu langsung yakin, sesuatu yang buruk telah terjadi atas Nuna.
Petugas yang mengaku dari Polsek Taman lalu bertanya, apakah benar Nuna membawa sepeda motor Supra X. Mendengar pertanyaan itu, Rochim langsung mengira Nuna mengalami kecelakaan lalu lintas. Dugaan Rochim meleset. Kedua petugas tadi justru mengabarkan, Nuna telah menjadi korban pembunuhan. "Masya Allah, jangan ditanya bagaimana perasaan saya waktu itu. Jantung rasanya copot. Tapi, saya harus berusaha tenang dan segera mengabari kakak-kakak Nuna," cerita Rochim yang seorang putranya jadi perwira polisi dan tengah menempuh pasca sarjana di UI.
Malam itu juga Rochim langsung menuju Mapolres Pasuruan. Sesampainya di sana, Rochim langsung yakin, pelaku yang telah menghabisi nyawa putrinya adalah Udn. Terutama setelah mendengar informasi ciri-ciri pelaku yang dituturkan polisi. Yaitu berpostur tinggi besar dan berkacamata. "Saya yakin pelakunya Udn. Apalagi, sahabat Nuna, Desi, juga kasih informasi, beberapa hari sebelum kejadian, Nuna sempat bilang, hari Minggu itu mau bertemu mantan pacarnya. Ya, si Udn itu," cerita Rochim.
Sekitar dua tahun silam, anak gadisnya memang pernah menjalin asmara dengan Udn. Nuna yang kala itu masih kelas 1 SMK, kenal tanpa sengaja dengan Udn gara-gara hubungan telepon nyasar. Ketika itu, Nuna pun sempat curhat kepada ibunya, Galis, yang saat itu sedang bekerja sebagai TKW di Hong Kong.
"Saya tahu Nuna pacaran sama Udn dari istri saya. Waktu itu Nuna sempat saya nasihati agar putus dari Udn, mengingat dia masih terlalu kecil untuk pacaran," kisah Rochim. Selain itu, pernah ada satu peristiwa yang membuat keluarga Rochim marah terhadap Udn sehingga Rochim menilai, Udn bukanlah pria baik-baik.
Ceritanya, Nuna pernah diajak Udn naik motor ke rumah kakaknya di Solo. Setibanya di sana, Nuna diminta pulang sendirian naik bis, sementara motor Nuna di bawa Udn. "Atas saran kakak-kakak Nuna, saya sebenarnya sudah mau melaporkan Udn ke polisi, dengan tuduhan membawa lari anak di bawah umur dan membawa kabur motor kami. Tapi rencana itu saya batalkan karena dicegah Nuna dan motor yang dibawa Udn keburu dikembalikan."
KOMENTAR