Kesepakatan Empat Sekawan
Yang dilakukan Istina Amihartati (47) bersama tiga temannya: Isti Ristiati (41), Yayuk Noviana (47), dan Anne Kusuma Rahardja (33), sepatutnya bisa dicontoh. Betapa tidak, berawal dari persahabatan dan kebiasaan menunggu anak-anak mereka yang saat itu sekolah di kawasan Setiabudi, Jakarta, terbetiklah ide membuat layanan salon di rumah atau home spa.
Empat sekawan ini bersahabat sejak anak-anaknya duduk di bangku TK hingga SMP. Hobinya sama-sama senang ke salon dan ingin punya salon. "Kami pun membuat Naja Home Spa (NHS), dengan modal Rp 12 juta hasil patungan berempat. Agar murah, bahan dan alatnya kami beli dari Yogya atau Pasar Baru," jelas Istina.
Tugas pun dibagi. Anne bagian mengurusi produk, Isti bagian HRD, dan Ina di marketing. Sementara Yayuk yang kini tinggal di Osaka, Jepang, tinggal menerima laporan ketiga temannya. "Usaha ini baru tiga bulan berdiri, tapi sudah banyak permintaan. Awalnya, sih, kami jemput bola menawarkan ke teman-teman yang mau spa di rumah masing-masing. Dengan kondisi Jakarta yang macet, perempuan inginnya melakukan perawatan tubuh seperti creambath, masker, scrub, dan ratus di rumah. Karena itu kami yang mendatangkan terapis ke rumah mereka," tambah Ina sapaan Istina.
Agar pelanggan semakin banyak, paket spa lalu ditawarkan lewat brosur, website, atau Facebook (FB). Ternyata, peminatnya banyak. "Silakan buka home spa kami lewat www.najahomespa.blogspot.com,'' imbuhnya.
Untuk memberi layanan prima, pelanggan juga bisa komplain. Misalnya, waktu pemijitan kurang lama, meski standarnya sudah ditentukan, yakni 1 jam untuk badan, dan untuk wajah 30 menit. Sementara paket spa ditawarkan sesuai harga, mulai Mini Spa Rp 150 ribu hingga Exclusive Spa Rp 350 ribu.
"Kami memiliki dua terapis perempuan, dan satu laki-laki. Terapis laki-laki untuk kaum pria. Sebab biasanya ada suami-istri yang ingin melakukan perawatan tubuh bersamaan," terang Ina.
Dalam sehari, terapis NHS hanya boleh memijat 3 orang. Selain menghemat tenaga, juga tak terkejar waktu karena kondisi Jakarta yang kadang macet. "Makanya terapis kami datang ke rumah pelanggan naik ojek biar lebih cepat. Permintaan konsumen pun disesuaikan jarak dari rumah terapis biar lebih cepat."
Usaha home spa ini, menurut Ina, cepat balik modalnya lantaran peminatnya banyak. Terlebih, katanya, prospek ke depannya bagus karena kondisi Jakarta makin macet, jaid orang makin malas keluar rumah. "Harga yang kami tawarkan juga masih di bawah normal dibanding lainnya, kok."
Untuk menekan biaya spa, NHS membuat sendiri sebagian produknya. "Banyak konsumen yang senang produk kami karena aman untuk kulit. Kebetulan kulit saya sensitif, jadi testernya saya. Kalau kulitnya oke, berarti produk itu bisa diberikan ke konsumen. Kalau gatal, artinya bahaya," timpal Anne.
Untuk menggunakan jasa NHS, calon pelanggan tinggal menyiapkan ruangan. Alat-alat dan bahan disediakan oleh NHS. NHS juga menyediakan paket pengantin. "Jadi calon pengantin tak perlu repot keluar rumah karena tak ada waktu, kan? Sayangnya, kami sering menolak calon pelanggan karena belum semua daerah Jakarta terjangkau, apalagi yang lokasinya terlalu jauh," tutur Ina yang melakukan pengawasan terapis lewat konsumen. "Tiap kali konsumen selesai diterapis selalu kami tanyakan pendapatnya, bagaimana pelayanan kami. Atau mereka bisa masuk ke blog kami."
Salah satu pelanggan NHS, Yanti, mengaku tinggal di Menteng, Jakarta Pusat dalam testimoninya di blog menulis. "Meski awalnya hanya sekadar mencoba, kini menjadi layanan spa pilihan. Tubuh terasa sangat relaks, apalagi cara men-scrub-nya benar-benar halus dan menggunakan cara-cara yang benar. Selain saya, anak, dan cucu juga ikut perawatan NHS."
Dua ibu muda, Tanya Wulansari (31) dan Indah Herika Martawidjaja (28), pada 2009 punya pemikiran sama. Bagaimana caranya bisa berkerja tanpa meninggalkan anak di rumah. Keduanya juga punya kebiasaan ke salon untuk luluran di saat lelah melanda. Yang terbayang di benak Tanya, betapa nyamannya bisa luluran di rumah, sehingga tak perlu meninggalkan rumah terlalu lama dan tetap bisa mengawasi anak.
Impian itu direalisasikannya dengan membuat salon di rumah. Maunya Tanya, tinggal memanggil orang ke rumah untuk melulur dan memijat. Pada perkembangannya, Tanya melihat peluang usaha. "Pasti banyak ibu-ibu seperti kami atau ibu-ibu pekerja yang tak sempat ke salon," terang Tanya dan Indah saat dijumpai di Bandung.
Mulailah Tanya dan Indah mencari terapis yang bisa diajak bekerjasama. Ada yang profesinya tukang pijat dengan tenaga besar, ada pula yang diambil dari yayasan yang menguasai teori pijat dan urut tubuh. Setelah semua siap, keduanya menamakan usahanya Amara Home Spa (AHS). Awalnya, usaha jasa perawatan tubuh itu ia pasarkan secara online di http://papsipapap.multiply.com, sehingga kapan saja dibutuhkan, Tanya bisa ditelepon.
Rupanya, usaha ini direspons baik masyarakat. Indah pun turut menawarkan AHS ke teman-temannya. Bahkan ia sempat mengantar sendiri terapis ke rumah pelanggan. "Berhubung saya kerja kantoran, sekarang kami pakai jasa motoris. Risikonya, biaya jadi membengkak." Bila motoris tahu alamat yang dituju, terapis akan cepat sampai ke rumah pelanggan. "Kendalanya, kalau alamat sulit dicari, jalanan macet, hujan atau banjir."
AHS melayani pelanggan pada jam 08.00 pagi - 22.00 malam . Kini, AHS sudah makin berkembang, Tanya dan Indah pun ikut mempromosikannya via Twitter dan FB.
Kendati menekankan kerja profesional, Tanya tak melarang terapisnya menerima tips dari pelanggan. Karena itu, Tanya tak pelit membawakan bahan-bahan lulur lebih buat pelanggannya. "Awalnya takut kecolongan, makanya kami sediakan lulur dalam jumlah pas. Nyatanya, di lapangan suka ada pelanggan yang minta tambah. Sayang juga kalau enggak diladeni. Sebab kadang suami atau saudaranya tiba-tiba pengin ikut dipijat. Tapi kami hanya membatasi per hari hanya memijat 5 orang. Saat ini kami baru punya empat terapis."
Salah satu terapis Tanya, Cucun (36), asal Garut. Menurutnya menjadi terapis dari rumah ke rumah itu enak karena pemasukannya lumayan. Dalam sebulan ia bisa memperoleh penghasilan Rp 2 juta, belum termasuk tip. Rata-rata per hari ia memijat 5-6 orang. "Bisa buat menyekolahkan anak-anak. Tidak enaknya, kalau cuaca tidak bersahabat apalagi kalau banjir, sementara saya harus tetap datang," tuturnya.
Nove / bersambung
KOMENTAR