Setelah Redi minggat, aku lalu ditolong tetangga yang baik hati. Ia langsung membawaku ke RS di Unit 1, Batanghari. Sayangnya, peralatan di RS itu kurang memadai untuk merawat luka bakar di tubuhku. Jadi, setelah diberi pertolongan pertama, aku dirujuk ke RS Raden Mattaher.
Kamis, (2/12), keluargaku memindahkan perawatanku ke RSUD Abdul Manap, Jambi dengan harapan keluarga yang tinggal di luar kota Jambi bisa menungguiku. Sayang, aku belum punya Jamkesmas, sehingga keluargaku harus melunasi tagihan perawatan RS Mattaher sebesar Rp 2,9 juta. Uang itu diambil dari uang kumpulan warga yang sedianya untuk berjaga-jaga jika aku harus menebus obat.
Jujur, sekarang ini aku bukan hanya menahan sakit fisik akibat luka bakar di sekujur tubuh. Melainkan juga karena Aditya dibawa kabur suamiku. Bertahun-tahun aku rela menderita disiksa suami asal bisa bersama Aditya. Mungkin kalau Aditya bersamaku, rasa sakit ini tak akan begitu kurasakan.
Karena itu, aku berharap Polres Batanghari yang menangani kasus ini segera menangkap Redi dan menyerahkan Aditya ke pelukanku. Tiap malam, Aditya selalu terbawa dalam mimpiku. Aku rindu sekali dan ingin segera bertemu Aditya.
Untuk Redi, aku berharap, kamu segera menyerahkan diri dan membawa Aditya. Aku tak akan pernah mengharap cintamu lagi. Andai kamu mau menikah lagi, silakan. Aku sudah tak peduli lagi!
Meski tinggal di seputar Jambi, lima saudara kandung Nita hidup terpisah. Mereka jarang berkomunikasi lantaran keterbatasan biaya dan kesibukan masing-masing. Hanya Nita dan Al yang tinggal serumah. Sementara si sulung, Tutik, yang lain ayah dengan Nita, serta Lina, dan Epi, tinggal di beberapa wilayah di Kabupaten Batanghari.
Sementara si bungsu, Tari, merantau di Kota Jambi. Tari lah yang kini rajin merawat Nita di RS. "Kami memang jarang bertemu, bahkan saat Lebaran sekalipun," jelas Tari. Saat ibunya meninggal, Tari baru berumur setahun. Akhirnya ia diadopsi seorang guru di Tembesi, Batanghari. Namun, saat Tari tahu masih punya ayah saat menginjak kelas 5 SD, ia memilih tinggal bersama ayahnya.
Selepas ayah kandungnya meninggal, gadis pintar yang dua kali "loncat kelas" ini memilih merantau ke Jambi lalu pernah bekerja di toko tekstil dan sebuah percetakan di Jambi. Bahkan belakangan, ia jadi salah satu karyawan andalan. Tapi, gara-gara sibuk mengurus Nita di RS, Tari diberhentikan dari pekerjaannya.
"Ya sudahlah. Ini memang dilema. Saya lebih mementingkan keluarga. Apalagi selama ini baru dua kali saya ketemu Nita. Pertama saat dia menikah dan kedua saat dia melahirkan. Makanya siang-malam saya dan empat saudara lain terus menunggui Nita."
Sayangnya, kekompakan lima bersaudara itu harus terbentur biaya RS. Seperti Kamis petang lalu, ketika Nita mulai dipindahkan dari ruang UGD ke kamar perawatan, Tari sibuk menelepon teman-temannya untuk mencari utang. Rupanya saudara kandung yang sebelumnya tercerai-berai ini bukan saja dipersatukan di RS, tapi juga sedang diuji kesabarannya.
Sukrisna
KOMENTAR