Pada perhelatan itu, seluruh anak-cucu Pak Harto turun tangan. "Saya bertugas di sini, Mas Tommy di Astana Giri Bangun, sementara Mbak Tutut, Mbak Titik, Mas Sigit, dan Mas Bambang di Mesjid At Tin, Jakarta. Kami bersyukur dan berterimakasih, tamu-tamu antusias ikut tahlilan. Ini menunjukan Bapak adalah sosok yang masih dikenang dan dirindukan masyarakat," ujar Mamiek Soeharto.
Acara Nyewu ini termasuk spesial karena dilakukan pula pemasangan kijing dan maejan dari batu pualam putih di makam Pak Harto. Mungkin karena itu pula, anak-anak Pak Harto merasa perlu melakukan peringatan dan pengajian besar-besaran secara serentak di empat tempat, yakni di kampung halaman Pak Harto di Kemukus, Astana Giri Bangun, Ndalem Kalitan (Jateng), dan Masjid At Tin, Jakarta.
Jumat (22/10) pagi, pemasangan maejan berlangsung. Tutut-Indra Rukmana, Titik, Sigit-Elsye, Bambang serta dua anaknya, Panji dan Gendhis, Tata dan dua anaknya, Arya dan Aya, berserta para kerabat dan sahabat keluarga Cendana yang berjumlah sekitar 200 orang tampak turun dari pesawat Garuda. Mereka langsung menuju Astana Giri Bangun.
Usai tahlilan, keluarga sempat terkejut saat petugas pembawa maejan terjatuh. Menurut Soekirno, Kepala Astana Giri Bangun, maejan yang terbuat dari batu pualam putih asal Tulungaggung itu memiliki berat 30 Kg. "Mungkin karena terlalu lama mengangkat maejan yang berat, dia hilang keseimbangan, lalu jatuh. Tapi enggak apa-apa karena sudah ada petugas cadangan yang siap menggantikannya."
Selepas upacara pemasangan maejan, keluarga dan rombongan kembali ke Ndalem Kalitan yang telah berubah menjadi pujasera dadakan. Sejumlah penjual makanan, termasuk pedagang batik, dipanggil untuk menggelar dagangan mereka.
"Ini tradisi mendiang Pak Harto dan Ibu Tien setiap pulang ke Kalitan. Selalu memanggil banyak pedagang kuliner untuk menggelar dagangannya, sementara seluruh keluarga dan putra-putrinya bisa menikmati makanan tradisional bersama-sama. Ada tengkleng, nasi liwet, soto kwali, tongseng solo, es pleret, es dawet, dan rujak manis penumping yang sudah berjualan sejak zaman Jepang," ungkap salah satu karyawan di Ndalem Kalitan.
Erni, Sita
KOMENTAR