Alex akan selalu dikenang Kemal Supelli (26) sebagai seorang ayah yang mampu menjadi idola dan panutan untuk anak-anaknya. Meski mengaku masih sulit menerima kenyataan pahit ditinggal sang ayah selamanya, namun sulung dari tiga bersaudara ini ikhlas ayahnya kembali ke Sang Pencipta. Kabar buruk jatuhnya pesawat yang dikemudikan sang ayah, kata Kemal, "Saya terima dari Nadia, adik saya. Dia langsung telepon begitu pesawat Ayah jatuh. Saat itu Nadia memang ada di lokasi."
Kemal yang sudah empat tahun ini bermukim di Jerman, jelas terkejut mendapat kabar tak menyenangkan itu. "Saya langsung cari tiket pesawat untuk pulang ke Indonesia. Baru hari Sabtu bisa berangkat dan Minggu (26/9) tiba," ujar Kemal yang kuliah sekaligus bekerja di Hamburg, Jerman.
Tanpa membuang waktu, dari bandara Kemal segera menuju Bandung dan ke RS Hasan Ssadikin untuk melihat langsung kondisi sang ayah. "Selama perjalanan, saya terus di up-date kabar oleh Tante Karlina mengenai kondisi Ayah tanpa ditutup-tutupi. Jadi, ketika melihat kondisinya secara langsung, saya enggak kaget lagi." Melihat langsung dengan mata kepalanya sendiri, "Saya langsung berkesimpulan, Ayah bisa selamat dari kecelakaan itu saja sudah merupakan keajaiban."
Begitu menemui sang ayah yang tengah terbaring di ruang ICU dalam keadaan tak sadarkan diri, "Saya bisikkan ke telinga Ayah bahwa saya sudah datang. Waktu itu sekitar pukul 03.00." Kemal terus menunggui sang ayah dan mengajaknya mengobrol, meski yang diajak bicara hanya terbaring tak sadarkan diri. "Saya merasa Ayah bertahan untuk menunggu saya, sehingga saya merasa harus siap menerima kabar yang terburuk. Saya terus menemaninya dan sempat berujar, 'Ayah tidak usah khawatir, saya akan menjaga Ibu dan adik-adik."
Hanya selang dua jam setelah kedatangan Kemal, kondisi Alex terus menurun, sampai kemudian dokter memanggil semua anggota keluarga untuk mendampingi Alex. "Jam 05.15 WIB Ayah menghembuskan napas terakhirnya," papar pria yang mengambil S2 di Technische Universitat Hamburg, Jerman ini.
Tak mudah, kata Kemal, menghadapi kenyataan ini. Seperti diutarakan Kemal, kepergiaan sang ayah adalah sesuatu yang mungkin bagi orang lain bagai mimpi. "Tapi buat saya, Ayah pergi dengan cara yang indah. Dia pergi ketika melakukan hal yang sangat dicintainya, yaitu terbang dan akrobatik. Terlebih dia melakukannya untuk Bandung, untuk negara. Itu yang membuat kami sekeluarga sedikit tenang. Ayah meninggal dengan cara yang terhormat dan in the best way."
Kesedihan dan rasa kehilangan yang amat besar, memang sengaja ditekan Kemal. "Saya harus bisa tegar. Ini saya lakukan untuk almarhum Ayah dan kedua adik saya. Kalau mereka melihat saya tegar dan tenang, keluarga besar juga bisa ikut tegar dan tenang," kata pria yang kini bekerja di sebuah perusahan konsultan pesawat di Hamburg.
Apalagi, tambahnya, kenangan indah semasa sang ayah hidup, membuatnya bisa menjadi tegar dan kuat. "Ayah adalah sosok pria yang penuh semangat positif. Sangat full of life. Itu pula yang membuat saya berpikir untuk terus memberikan yang terbaik dalam hidup."
Sepeninggal Alex, tutur Kemal lagi, "Saya belum berencana kembali ke Jerman. Tapi , bukan berarti saya akan meninggalkan apa yang sudah saya dapat di Jerman. Karena saya tahu, bukan itu yang diinginkan Ayah. Dia pasti ingin saya melanjutkan cita-cita saya yang sama dengannya, yaitu dunia penerbangan agar saya bisa melanjutkan passion Ayah di dunia penerbangan."
Edwin Yusman F / bersambung
KOMENTAR