Salah satu batik yang diburu para kolektor adalah batik Tuban. Motifnya memang unik karena merupakan gabungan tiga budaya yang berbeda, yakni budaya Islam, Cina, dan Hindu. "Makanya, batik Tuban memiliki keragaman corak," kata Uswatun Khasanah (40), pembatik dari Kecamatan Kerek, Tuban.
Batik yang dipengaruhi budaya Islam, jelas Uswatun, salah satunya bermotif kijing miring. Sementara yang berbau unsur Cina, terwakili dalam motif Lok Chan yang menyertakan gambar burung Hong. Sedangkan pengaruh Hindu, bisa dilihat dari motif panji ori atau panji serong.
Tuban, kata Emy Supangesti (53), pengusaha sekaligus instruktur batik, berada di kawasan pesisir yang juga merupakan daerah pertanian. Alhasil, nuansa flora dan faunanya juga sangat kental. "Pada batik klasik Tuban, selalu ada gambar ganggang atau rumput laut. Sedangkan kembang waluh menggambarkan Tuban sebagai daerah agraris," jelasnya. Ciri khas lainnya adalah warna merah dari kebudayaan Cina dan biru gelap.
Kini, belasan corak baru diciptakan dan sebagian sudah dipatenkan. "Perkembangan batik sekarang ini luar biasa," kata Emy yang sering berpameran batiknya ke mancanegara. Untuk sehelai batik karyanya, ia mematok harga Rp 150 ribu hingga Rp 1,5 juta.
Satu hal lagi yang membuat Emy senang sekaligus bangga akan batik, "Sekarang batik bukan monopoli busana orangtua lagi. Kaum muda sudah mulai menyintai batik."
Orang Medan kini bisa berbangga hati. Di tangan terampil Zurihna Kustanti (38), terciptalah Batik Batak. Keterampilan itu didapatnya tiga tahun lalu, ketika mengikuti pelatihan membuat batik yang diselenggarakan Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas). Untuk lebih mendalami pembuatan batik, Dekranas juga mendatangkan perajin batik yang sudah ahli, langsung dari Tasikmalaya.
Yakin batik bisa dijadikan mata pencaharian, Kus tak mau setengah hati. Ia pun berangkat ke Tasik, menemui pelatih yang pernah mengajarnya untuk memperdalam ilmu membatik. Kembali ke Medan, ia segera menularkan keahliannya ke sejumlah tetangga, kemudian menjadikan mereka perajin batik. "Daripada cuma ngerumpi enggak keruan, lebih baik mereka bikin batik supaya dapat tambahan uang belanja."
Batik Batak, begitu Kus menyebutnya, punya ciri khas tersendiri. "Motif Batik Batak dibedakan dari gorga (simbol dari ragam hias di rumah adat, Red.). Banyak motif gorga, seperti gorga Simalungun, Toba, Pak-Pak, Batak, bahkan sampai Melayu. Contohnya, batik gorga simeol-eol dari Toba, motifnya melenggak lenggok dengan banyak ragam gerakan garis, yang artinya menampilkan kegembiraan."
Untuk warna, Batik Batak yang dulu terkesan lusuh, kini dibuat lebih cerah sehingga menarik pembeli. Pewarna pun, kata Kus, dalam waktu dekat akan digunakan yang alami sehingga bisa lebih memperindah batik dan menaikkan harga jualnya.
Kus yang sudah memiliki 10 karyawan menjual produknya Rp 80 ribu hingga Rp 100 ribu per helai. "Pembeli semakin banyak dari hari ke hari. Ada di antara mereka yang menjualnya lagi lewat internet," kata perempuan yang sehari-hari bekerja sebagai karyawati RSUP Adam Malik ini sambil tersenyum.
Gandhi, Debbi
KOMENTAR