Aku masih ingat betul, semua komando diberikan hanya dengan kode-kode, tanpa ada satu patah pun terlontar atau terdengar dari mulut mereka. Postur tubuh mereka rata-rata biasa saja tapi sepertinya mereka sudah terbiasa memegang dan menggunakan senjata.
Oh, ya, saat aku mengamati dari seberang bank, aku sempat mendengar suara letusan senjata dari dalam gedung bank. Samar-samar, sebelum terdengar letusan senjata itu terjadi, kulihat seorang polisi berusaha mempertahankan diri dengan pistolnya. Lalu, ketika ia hendak beraksi, salah satu perampok lebih dulu menembaknya. Dor! Dor! Tubuh lelaki yang kemudian kuketahui dari berita adalah seorang anggota Brimob itu, langsung terjerembap. Darah mengucur dari tubuhnya. Aku terpana, tak mampu berkata-kata .
Adegan berikutnya yang kulihat adalah para perampok itu berhamburan keluar dari gedung bank dengan membawa dua tas besar. Mereka lalu bersiap kabur dengan sepeda motor bebek. Perampok yang khusus membawa tas berisi uang, terlihat membonceng sepeda motor. Posisi sepeda motor mereka beriring-iringan, ada yang sebagai pengawal di depan dan belakang sementara sepeda motor si pembawa uang berada di tengah-tengah. Senjata laras panjang para perampok dimasukkan ke dalam sarung raket yang sebelumnya dibungkus karung bekas beras. Posisi senjata diletakkan ditengah, antara pembonceng dan yang dibonceng.
Sejurus kemudian, tanpa terlihat ada komando, sepeda motor mereka berjalan beriringan dengan tenang. Aku pun bersiap menguntit mereka. Kupikir, bila mereka berniat menembakku, kan, sudah ditembak dari awal. Oleh karena itu aku tak gentar membuntui mereka. Sengaja kupilih jalan alternatif agar mereka tak tahu dibuntuti. Aku kembali melihat rombongan mereka di rel kereta api. Mereka kabur ke arah jalan tol. Aku terus membuntuti mereka. Aku malah sempat berpikir jahil, jangan-jangan mereka akan menjatuhkan uang untukku. Artinya, aku bakal dapat rezeki nomplok, kan? Ha...ha...ha...
Sayangnya, para perampok itu tahu aku menguntit. Sebab, tanpa sepengetahuanku, salah satu dari mereka tiba-tiba posisinya berada di belakangku. Anehnya, perampok itu tidak mengusikku. Begitulah, setibanya di persimpangan jalan, tepatnya di samping jalan tol, mereka berbelok ke "jalan tikus" lalu tancap gas. Aku pun kehilangan jejak. Apa boleh buat, aku pun kembali ke lokasi perampokan.
Di lokasi kejadian, kulihat sudah ada polisi. Aku langsung menemui seorang polisi berpangkat Pembantu Letnan II yang sedang memegang alat komunikasi handi talky (HT). Kusampaikan informasi yang kumiliki bahwa aku baru saja membuntuti perampok tetapi kehilangan jejak di samping jalan tol. Sayang, polisi itu tak memperhatikan informasiku.
Merasa tak berguna bagi mereka, aku pun memilih pergi meninggalkan lokasi dan kembali bekerja seperti biasa. Semoga paparanku di media kali ini ada manfaatnya.
Debbi Safinaz
KOMENTAR