Seperti biasanya, Rabu (18/8) pagi itu aku bertugas mengantar barang dari toko tempatku bekerja ke Jl Sejati dengan mengendarai sepeda motor. Usai mengirim barang, aku lewat Jl Sukarami yang pada jam 11.20 itu terlihat lengang. Ada rasa heran menyergapku kala itu. Kok, jalan itu sepi, tak seperti biasanya. Justru jalan alternatif yang posisinya di sebelah Bank CIMB Niaga, terlihat ramai.
Kira-kira 100 meter dari bank itu, aku berpapasan dengan sepasang muda-mudi warga Tionghoa. Salah satunya memberi aba-aba kepadaku agar jangan melewati bank. "Ada rampok!" begitu kata mereka. Jelas aku terkejut sekaligus penasaran ingin membuktikan kebenaran informasi itu. Kecepatan motor segera kutambah dan baru kulambatkan setelah mendekati bank yang terletak di lokasi padat pertokoan itu.
Dari jarak beberapa meter, kulihat seorang lelaki berdiri dalam posisi sigap. Di tangannya tergenggam senjata laras panjang. Sembari masih di atas jok sepeda motor, aku mendekati lelaki itu. "Rekonstruksi ya, Pak?" tanyaku kepada pria itu. Ia tak menjawab. Yang membuatku kemudian tersadar adalah ketika pria itu justru menodongkan senjatanya ke arahku.
Ditodong Senjata
Aku langsung terperenyak dan sadar, bank itu memang benar-benar sedang dirampok. Dalam keadaan seperti itu, aku dengan sadar justru mengedarkan pandangan ke kiri dan kanan lalu berakhir ke arah pintu bank. Betapa terkejut aku ketika dari tempatku berada, kulihat di balik kaca gedung bank sesosok tubuh petugas keamanan tergeletak bersimbah darah! Kondisi petugas keamanan itu benar-benar mengenaskan. Aku masih bisa melihat napasnya tersengal-sengal seperti sedang meregang nyawa. Darah mengucur membasahi seluruh tubuhnya.
Seketika itu pula, nalarku bekerja. Aku begitu yakin, petugas keamanan itu ditembak oleh pria yang kini berada di hadapanku. Pria itu mengenakan helm berkaca hitam yang menutupi seluruh wajahnya. Ia juga menutup mukanya dengan masker berwarna hitam, pakai sarung tangan, dan kemeja lengan panjang.
Rupanya pria di depanku itu tak senang melihat mataku jelalatan mengamati kondisi petugas keamanan yang sekarat lalu beralih ke arahnya. Lagi-lagi dia mengacungkan senjata apinya ke arahku. Aku segera mengerti, ia mengusirku. Mungkin, bila aku tidak beranjak dari tempat itu, bakal ditembak juga. Nasibku akan sama seperti petugas keamanan bank itu. Akhirnya kuputar arah sepeda motor lalu segera meninggalkan tempat itu.
Tiba-tiba aku berubah pikiran tak ingin pergi jauh dari bank dan memilih singgah di sebuah bengkel tak jauh dari bank. Aku penasaran ingin melihat kelanjutan aksi perampokan yang menyeramkan itu. Kebetulan, di dekat bengkel ada sebuah pohon besar dan rindang sehingga aku bisa berlindung di baliknya sambil terus mengamati aksi para perampok. Sayang, pemandangannya tak begitu jelas. Masih didorong rasa penasaran, aku menyeberang jalan sehingga posisiku persis menghadap ke arah pintu bank atau tepat di seberang gedung bank yang luasnya kira-kira hanya 3 X 4 meter dan berlantai tiga itu.
Dari tempatku, aku bisa melihat dengan jelas seperti sedang menonton film action di bioskop. Di depan bank, tiga perampok berjaga dengan posisi di kiri, kanan, dan tengah gedung. Mereka juga bisa dengan jelas melihat keberadaanku dan kembali mengacungkan senjatanya ke arahku, aku kembali menyeberang dan lagi-lagi sembunyi di balik pohon. Saat itulah kudengar orang-orang berteriak, "Rampok! Rampok!"
Luar biasa, para perampok itu tak gentar. Dengan tenang, mereka justru mengalihkan arus mobil ke Jl Mandala namun sepeda motor tetap diperbolehkan melewati Jl Sukarami. Para pengendara yang lewat di depan bank, tak ada satu pun yang berani menghentikan kendaraannya. Para penumpang di dalam angkot, hanya bisa terpana melihat pemandangan menegangkan itu. Suasana siang di Jl Sukarami saat itu benar-benar mencekam.
KOMENTAR