Mami bercerita, desanya terkenal sebagai loksi wisata kuliner ayam panggang sekitar 13 tahun lalu. "Awalnya warung saya hanya didatangi beberapa orang untuk menikmati ayam panggang olahan saya, selanjutnya terus berkambang pesat sampai sekarang," kata ibu empat orang anak tersebut.
Dulu, kisahnya, ia berjualan ayam kampung di pasar desa, sementara suamimya hanya petani kecil. "Hidup kami susah, semua serba pas-pasan. Saya lalu banting stir jualan ayam panggang keliling dari kampung ke kampung pakai sepeda pancal. Setelah lima tahun, orang mulai mengenal ayam panggang saya."
Suatu ketika, beberapa tetangga desa datang ke rumahnya ingin dibuatkan ayam panggang sekalian disantap di rumahnya. Sejak itu, kabar kelezatan ayam panggangnya menyebar dari mulut ke mulut. Ia pun berhenti jualan keliling, lalui memilih buka warung di rumahnya.
Menu ayam panggang Mami kini semakin beragam. Ada ayam panggang bumbu rujak dan bumbu bawang. Toh, ia tak menolak bila pelanggan minta dibuatkan ayam goreng. "Kalau cuma sesekali, boleh lah," ujar Mami yang kini memiliki 30 karyawan.
Mami mengaku tidak memiliki resep khusus ayam panggang. Ia hanya menjaga kualitas bumbu serta kesegaran ayamnya. "Saya benar-benar jual ayam kampung." Oleh karena itu harga ayam yang dijual tidak selalu sama, tergantung besar-kecilnya ayam. "Tiap hari sudah ada yang memasok ayam kampungnya," terangnya.
Gandhi Wasono / bersambung
KOMENTAR