SIASAT COKELAT
Punya usaha sendiri, meski hanya berskala rumahan, diakui Rini Wulandari (40) sangat membantu keuangan keluarganya. Apalagi, harga barang kebutuhan pokok terus melonjak. "Tidak hanya itu, SPP dan ongkos transportasi, naik terus. Alhamdulillah, saya punya usaha ini sehingga bisa sangat membantu mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari."
Cokelat bermerek Kepik Candy buatannya pun mulai dikenal. Selain legit, penampilan menarik, kualitasnya pun selalu dijaga. "Kalau cokelat bikinan saya dikerubungi semut, pasti saya ganti. Dalam waktu tertentu, habis atau tidak stoknya, pasti saya ganti semua dengan yang baru. Jadi, kualitasnya selalu terjaga," jelas Rini yang kini memasok untuk 50 outlet, terutama di Jakarta. Malah, pesanan juga datang dari Gorontalo, Makassar, Batam, dan Papua. Tak sedikit pula yang mengutarakan keinginan untuk kursus secara privat padanya.
"Memang sih, kenaikan harga-harga sekarang ini berpengaruh pada keuntungan yang saya peroleh dalam tiga bulan ini. Saya hanya bisa menaikkan harga kalau bahan dasarnya naik. Karena itu saya menyiasatinya dengan menjual cokelat edible (cokelat yang dilapisi stiker gula,Red.), jadi penjualan bisa naik lagi," tutur Rini yang cokelat hasil olahannya sering dijadikan suvenir pernikahan.
Sebagai istri pengusaha furnitur kayu jati untuk pasar ekspor, sebetulnya Endah Setyowati (33) tak perlu khawatir akan kekurangan uang belanja dari suaminya. Toh, jauh-jauh hari Endah sudah "sedia payung sebelum hujan". Apalagi, "Saat itu saya sedang hamil anak kedua. Pembayaran furnitur juga terkadang baru cair setelah empat bulan." Pertimbangan lain, bahan baku berupa kayu jati semakin sulit didapat dan harganya pun mahal sekali.
Berangkat dari pemikiran itu, Endah akhirnya memutuskan melakoni usaha yang bisa dijalankan di rumah dengan penghasilan rutin setiap bulan plus untuk tambahan tabungan. Pilihan Endah jatuh pada usaha aksesori. Endah memang jeli. Ia tahu persis, di kotanya, Wonogiri, gelang, kalung dan lainnya hanya bisa didapat di pasar. "Saya, kok, yakin, kalau buka di usaha di rumah, bisa laku. Apalagi rumah kami dekat sekolahan."
Dengan modal Rp 3 juta, tahun 2007 Endah membuka toko kecil di garasi rumahnya. Di situlah ia memajang jualannya berupa ikat rambut, bando, sisir, dan sebagainya. "Hari pertama, dapat Rp 350 ribu. Rasanya senang sekali," kisah Endah.
Laba yang didapatnya, selalu diputar lagi sebagai tambahan modal. Tak heran jika kini ia memiliki toko ukuran 13 x 4 m. Barang dagangannya pun semakin bervariasi. Dari aksesori, alat tulis, hingga perlengkapan busana muslim. "Keuntungan saya simpan untuk tabungan pendidikan anak dan buat kalau kami pensiun nanti."
Yang jelas, kini Endah bisa berbesar hati karena di awal membuka usaha, "Saya ditertawakan banyak orang karena berjualan aksesoris." Endah pun kini bisa tertawa lebar. Apalagi, dari toko online-nya yang buka sejak November 2009, ia bisa mendapat Rp 8 juta hingga Rp 12 juta per bulan.
Hasuna/bersambung
KOMENTAR