Hari itu juga, jenazah ayah dari dua anak itu dimakamkan. "Saya bersyukur badan Mas Hari masih utuh, tidak terbakar. Saat disalatkan di masjid, saya sempat lihat, hanya ada luka di tangannya. Mungkin Mas Hari meninggal karena sesak napas menghirup asap. Kabarnya, ia dalam posisi sujud ketika ditemukan," cerita Sukis yang berharap pelaku pembakaran kafe mendapat hukuman setimpal.
Kini Sukis harus membesarkan dua buah hati mereka sendirian. Banyak rencana Hari, katanya, yang harus diwujudkan. "Beberapa hari sebelum meninggal, Mas Hari minta supaya Aldi les karena nilai pelajarannya turun. Aldi juga minta masuk klub sepakbola sebagai hadiah naik kelas dari ayahnya."
Hari, dalam kenangan Sukis, adalah suami dan ayah yang baik. "Dia suka nyanyi dan pernah jadi vokalis sebuah band. Sering, kok, pentas ke mana-mana. " Belakangan, lulusan sekolah perhotelan itu memilih kerja di kafe. Setelah pindah ke berbagai kafe, enam bulan belakangan ini Hari menjadi karyawan di RedBoxx. "Mas Hari betah kerja di sana. Karena ramah, dia disukai para tamu. Bahasa Inggrisnya, kan, bagus, jadi suka diminta menemani tamu asing."
Saat tak bekerja, Hari juga ringan tangan membantu Sukis yang berjualan tahu garing, tak jauh dari rumah mereka. "Dia sempat bilang, bulan puasa nanti RedBoxx tutup, jadi selama puasa bisa bantu jualan tahu."
Banyak, memang, rencana pasangan ini yang terpaksa buyar. Termasuk membeli rumah. "Mas Hari rajin menabung di celengan. Katanya, buat uang muka kredit rumah," ungkap Sukis. Kali ini, Sukis yang terkesan tegar dan tabah, terlihat sedih. Mungkin ia sadar, rencana-rencana indah bersama Hari, kini hanya tinggal kenangan belaka.
Di tempat lain, Irma Nur Aini (30) juga harus kehilangan suami tercintanya, Herry Herwinda (34), yang sudah lima tahun ini menjadi DJ di RedBoxx. "Sampai sekarang saya masih bertanya-tanya, kenapa ada orang yang sengaja membakar kafe gara-gara kecewa permintaan lagunya tidak dituruti? Apa mungkin karena ada persaingan bisnis hiburan? Ah, biarlah polisi yang mengusutnya," ujar Irma.
Seperti jasad Hari, kondisi jenazah Herry juga masih utuh. "Saya memang sangat berduka tapi masih bersyukur karena kondisi Mas Herry masih sempurna. Tidak ada luka bakar. Kata temannya yang selamat, sebenarnya Mas Herry bisa selamat tapi dia balik lagi ke dalam ruang untuk membantu korban lain. Ternyata, justru dia sendiri yang jadi korban."
Irma kemudian menunjukkan foto keluarga yang selalu diselipkan di dompet Herry. "Ini tanda Mas Herry sayang keluarga. Begitu perhatiannya, ia selalu telepon atau SMS. Sering dia menanyakan, apakah saya sudah memberi ASI kepada si bungsu yang baru berumur 3 bulan," kata ibu tiga anak ini.
Itu sebabnya, Herry kerap menegur Irma bila tidak mengangkat telepon."Dia pernah bilang, bagaimana kalau nanti terjadi apa-apa dengannya sementara saya tidak mengangkat telepon."
Menjelang kepergian Herry, "Omongannya suka aneh-aneh. Beberapa hari lalu, dia malah bilang, nanti si bungsu dirawat orangtuanya di Jakarta saja. Belakangan saya paham, dengan kejadian ini dia tidak mau silaturahmi dengan keluarganya terputus. Sesuai amanat almarhum, si bungsu sekarang dirawat neneknya."
Sebelum berangkat kerja di hari nahas itu, Herry juga menunjukkan sikap tak wajar. "Kayaknya dia malas berangkat kerja, apalagi harus berangkat lebih cepat karena di kafe ada acara nonton bareng Piala Dunia. Seperti sudah tahu, tempat kerjanya bakal kena musibah."
Meski ditinggal begitu cepat, Irma yang sangat kehilangan mengaku harus kuat. "Saya harus ikhlas. Saya sudah biasa menghadapi musibah. Dulu, kakak saya meninggal karena tertabrak kereta api, lalu kakak yang lain sampai koma sekian bulan seperti artis Sukma Ayu. Sekarang, suami saya dapat musibah. Yah, inilah yang harus saya hadapi."
Yang jelas, kata Irma, "Sekarang saya harus mencari pekerjaan. Ada tiga anak kami yang harus saya besarkan, tanpa Mas Herry..."
Henry Ismono
KOMENTAR