Malam telah larut ketika Bu Walikota Jakarta Pusat mengunjungi salah satu pedagang seafood kaki lima di kawasan Pecenongan, Jakarta Kota. Di kanan dan kiri jalan kawasan ini terdapat deretan penjual seafood kaki lima. Kendati malam telah larut, pembelinya tak surut. Suasana malam pun kian semarak dengan lantunan suara para pengamen.
Di sinilah tempat favorit Sylvi makan seafood di malam hari. ''Ïni warung langganan saya. Pemiliknya Bu Linda, dia ketua kebersihan pedagang kaki lima di sini. Kalau kawasan kaki lima di sini tidak bersih, dia yang pertama akan saya tegur. Makanya, di sini bersih terus,'' tutur Sylvi begitu ia turun dari mobil dinasnya.
Linda pun segera menyambut kedatangan mantan None Jakarta tahun 1981 itu. "Ibu paling suka nasi goreng pedas," bisik Linda.
Benarkah wanita pertama yang menjadi walikota di Ibukota RI ini sering bersantap di kaki lima? ''Iya, dong. Kaki lima menjadi media komunikasi saya dengan teman-teman dari LSM. Mereka lebih suka berdialog dengan santai. Saya makan di kaki lima tidak dibatasi waktu. Kadang habis rapat siang, saya bisa makan di kaki lima,'' terangnya.
Ibu dua anak ini lalu menyebut sederet makanan kegemarannya. Mulai dari sop buntut di Menteng Kecil dan sop khas Betawi di Tanah Abang, hingga soto mi pedas dan tahu gejrot khas Cirebon di kaki lima Menteng.
"Untuk nasi uduk atau ketupat sayur, saya suka yang di Kebon Kacang, Tanah Abang. Langganan saya di warung Zainal Fanani. Boleh tanya ke dia. Saya datang biasanya gerudukan. Tapi tetap bayar, lho. Saya tidak mau makan tidak bayar,'' tuturnya dibarengi tawa.
Namun Sylvi buru-buru menambahkan, tak sembarang makanan ia lahap. "Saya hanya mau makanan yang sehat. Juga makan di warung kaki lima yang bersih. Dalam arti, bersih lokasi dan cara mengolah makanannya," tegasnya. Oleh karena itu ia mendorong staf di kelurahan dan kecamatan untuk menjaga lingkungan dan membina pedagang kaki lima agar menjaga kebersihan lokasi jualannya. ''Saya bilang ke para pedagang kaki lima (Jakarta Pusat, Red.), kalau tidak mau mengolah sampah dan limbah dengan baik, tidak mau dibina, warung mereka akan saya tutup."
Sylvi memberi contoh lokasi wisata kuliner malam di Jl. Biak, Cideng. Semula, para pedagang kaki lima membuang limbahnya ke selokan.
"Akhirnya selokan jadi kotor karena sampahnya jadi gulma. Setelah itu saya minta bantuan orang dari BPPT dan PU untuk mengolah limbah air selokan itu. Dengan sistem bioteknologi, air limbah diolah lalu dialirkan ke taman air. Lurah setempat membuat taman di depan kantor kelurahan. Tanaman pun jadi subur," papar Sylvi.
Lahir dan besar di Jakarta, membuat Sylvi mencintai kuliner khas Betawi. Ia pun hapal betul aneka hidangan khas Betawi. Wajar bila pendiri Persatuan Wanita Betawi itu kemudian terus menggali aneka makanan dan minuman tradisional Betawi yang belum populer.
Bila nasi uduk telah populer, mulai dari gang-gang kecil, restoran kelas atas, hingga hotel berbintang lima, Sylvi kini mulai mendorong para wanita Betawi untuk mempopulerkan bubur khas Betawi yang sudah langka dan belum banyak dikenal orang. "Namanya bubur Ace. Mirip bubur Manado tapi disajikan dengan asinan sayur, ditambah daging semur diiris kecil-kecil. Bubur Ace baru mudah dijumpai di Pekan Raya Jakarta. Saya mendorong agar bubur ini semakin dikenal luas di tengah masyarakat.''
Sebagai Walikota di Jakarta Pusat, ia pun berkewajiban untuk terus mendorong berkembangnya kuliner Betawi. Berhubung saat ini yang amat populer adalah nasi uduk, maka setiap kali HUT Kota Jakarta, tak lupa tumpeng perayaan Jakarta pun terbuat dari nasi uduk. "Setiap ada acara di Balai Kota, mesti ada nasi uduk yang sudah dikemas. Rata-rata tamu, termasuk para Duta Besar, bersantap nasi uduk.''
Bicara soal nasi uduk, bisakah Sylvi memasaknya sendiri? "It's very easy. Bisa dimasak dengan rice cooker atau sejenisnya. Tinggal masukan beras, santan, daun salam, pandan, kayu manis, garam, irisan bawang merah. Selesai.''
Sore, sebelum meluncur ke Pecenongan, Sylvi lebih dulu berburu kuliner Indonesia ke Resto Bunga Rampai di kawasan Menteng. Ia kerap mengajak tamu-tamu dinas terhormatnya ke situ. "Bila tamu saya ingin santapan tradisional, saya bawa ke sini. Saya bukan humas resto itu, sekadar mengapresiasi karena restoran ini melestarikan hidangan tradisional Indonesia dengan sajian dan kemasan yang menarik. Tempatnya juga apik dan nyaman," ujar Sylvi yang menjadikan Nasi Ulam dan minuman Putri Sejati sebagai favoritnya.
Anehnya, kendati hobi makan, tubuh Sylvi tetap langsing. Apa rahasianya? ''Saya rajin puasa Senin dan Kamis. Itu saat perut kita istirahat. Istilahnya, detoksifikasi. Saya juga rajin olahraga. Berenang dan hampir setiap hari jalan di Taman Suropati bersama Ibu Tati Fauzi Bowo. Dan akhir-akhir ini bersepeda bersama suami atau anak ke Galur, Kemayoran.''
Rini Sulistyati
KOMENTAR