Sungguh aku menyesal membiarkan anakku dibawa Bapak Tua dan percaya saja ia berniat tulus ingin menyekolahkan putri bungsuku. Rupa-rupanya, tak pernah ia memberi uang sekolah kepada Tuti. Biaya sekolah sampai menunggak. Bertemu dengannya pun aku tidak pernah dan juga tak ingin, meski beberapa kali Bapak Tua memang menghubungi kami. Ia meminta kami pindah ke Pekanbaru dan dijanjikan akan diberi tempat tinggal.
Kali lain ia menawarkan pekerjaan sebagai mandor di perkebunan kelapa sawit di Kalimantan kepada suamiku, Efendi Sinambela. Dua kali sudah ia membujuk kami untuk mencabut laporan polisi dan berdamai saja. Aku tak sudi!
Biar harus terkatung-katung seperti sekarang, aku hanya ingin pembunuh anakku dihukum seberat-beratnya. Meski harus berhutang ke sana-sini, aku, suami, dan beberapa kerabat yang selalu mendukung kami, nekat pergi ke Jakarta demi mencari keadilan.
Selain melapor ke Komnas Perlindungan Anak, kami juga akan melapor ke Polda Metro Jaya. Bahkan, Presiden pun akan kukirimi surat. Kami menuntut diadakah otopsi ulang yang dilakukan pakar forensik yang terpercaya, seperti Mun'im Idris misalnya. Kalau perlu, bongkar kubur anakku sekalian! Sungguh, aku hanya mencari keadilan agar pelaku perbuatan keji itu mendapat ganjaran setimpal.
Patut Dicurigai
Kematian Tuti, anak di bawah umur, "Patut dicurigai karena terdapat beberapa kejanggalan. Kami sudah melayangkan surat ke Kapolri agar kasus ini diusut. Kami akan terus kawal kasus ini agar pihak keluarga mendapat kejelasan yang seterang-terangnya," ujarnya.
Sementara pengacara keluarga Efendi dan Ramian, Freddy Simanjuntak, SH, MH, menyatakan, akan mengirim surat ke Sekretariat Negara melalui PO BOX 9449. "Kami juga akan melaporkan kasus ini ke Komnas HAM, Kapolri, Bareskrim, dan Kadiv Propam. Kami hanya ingin kasus ini diusut tuntas dan dibuka secara transparan!"
SITA DEWI
KOMENTAR