Myrna pertama kali mengenal Gus Dur pada 1992, saat menjabat sebagai Ketua Tanfidziyah PB Nahdlatul Ulama. Profesi Myrna sebagai wartawan politik kala itu mengharuskan dirinya sering menemui Gus Dur sebagai tokoh NU. "Kami sering berdiskusi di kamar kerjanya yang kecil dan sederhana, kadang hanya berdua, kadang dengan tamu-tamunya yang lain," kenangnya.
Di kamar sempit itu, di antara tumpukan kaset dan buku, diskusi berlangsung santai. Gus Dur kerap tampil dengan kaos oblong dan kain sarung. Salah satu kebiasaan Gus Dur saat diskusi yang Myrna ingat adalah ngobrol sambil makan. "Enggak pernah ngobrol tanpa makanan. Yang biasanya selalu ada, soto."
Gus Dur juga punya kudapan "rahasia", yaitu lorju (kacang bercampur ikan kecil) yang ia sembunyikan dari istrinya. "Dia suka bilang sama saya 'Jangan bilang-bilang Mbak Nur (istri Gus Dur, Red.) ya! Nanti marah.' Soalnya, Gus Dur punya penyakit diabetes jadi enggak bisa makan seenaknya,".
Setahun sebelum Gus Dur terpilih menjadi Presiden RI, sesungguhnya ia pernah "membisikkan" firasat tersebut pada Myrna. Saat itu, di suatu siang, Gus Dur menghubungi Myrna lewat telepon dan mulai bercerita macam-macam. Salah satunya, mimpi melakukan perjalanan ziarah. "Dia lalu menyimpulkan 'Mbak, saya akan menjadi presiden'. Waktu itu saya hanya tertawa saja, tapi diam-diam saya catat."
Ketika menemui Gus Dur di Istana, Myrna mengingatkan Gus Dur akan mimpi yang pernah diceritakan padanya. Gus Dur, dengan gaya khasnya hanya terkekeh. Sikap humoris Gus Dur memang sudah melegenda. "Dalam setiap pertemuan, Gus Dur enggak pernah lepas dari humor-humor buatannya sendiri. Saya sampai tidak ingat saking banyaknya," kata Myrna sambil tergelak.
Walaupun Myrna tak menjadi wartawan Istana, kedekatannya dengan Gus Dur terus berlanjut. Di waktu senggangnya, Gus Dur sering menelepon Myrna untuk mendiskusikan berbagai macam hal. Bahkan, setelah berubah status menjadi presiden pun hubungan mereka tetap sama, "Saya pernah mengingatkan kalau dia sudah menjadi presiden, tapi dia cuek saja. Beliau memang sangat egaliter."
Salah satu momen yang tak terlupakan bagi Myrna adalah saat Gus Dur melayat dan ikut menyalati almarhum ayah Myrna. "Kala itu dia sudah menjadi presiden dan pasti luar biasa sibuk. Saya pun tidak tahu dari mana sebenarnya Gus Dur mendapat kabar tapi tahu-tahu datang dan ikut menyalati. Saya terharu sekali. Memang begitulah Gus Dur, tidak pernah membedakan kelas sosial," kisah Myrna.
Tak hanya itu, Gus Dur juga pernah menjenguk Myrna di rumah sakit saat ia menjalani operasi pengangkatan kista. Saat masih terbaring lemas pasca operasi, tiba-tiba beberapa orang Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) berdiri di depan kamar. Myrna yang bingung lalu bertanya apa maksud kedatangan mereka. "Mereka menjawab, sebentar lagi ada tamu,". Rupanya tamu yang dimaksud adalah Gus Dur. "Suster di rumah sakit sampai bertanya 'Mbak ini siapa?' Ha ha."
Atensi Gus Dur memang luar biasa pada siapa saja. Terutama jika ada warga NU yang sakit, menikah atau meninggal, Gus Dur akan berusaha datang meskipun lokasinya terpencil. Perhatian inilah yang meninggalkan duka mendalam bagi Myrna yang terakhir kali bertemu Gus Dur Agustus 2009 lalu.
Sekitar pukul 18.50, Myrna mendapat banyak SMS yang menanyakan kabar kepergian Gus Dur, "Saya coba telepon ke keluarga, begitu telepon diangkat sudah mendengar suara tangis. Saat itulah saya tahu beliau sudah tiada." Baginya, "Gus Dur adalah pelopor wajah Islam yang ramah, moderat, dan pluralis,"
Sita Dewi
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR