Iis sungguh sangat berduka. Airmatanya terus membasahi pelupuk matanya saat menerima beberapa tamu yang menghaturkan belasungkawa. Mungkin Iis masih belum "menjejak bumi" karena syok setelah kecelakaan maut di Nagreg yang merenggut nyawa suami, tiga anak, cucu, menantu, adik, dan keponakannya itu (Sabtu, 29/5).
Hanya Ajeng Ulfiani (14) yang selamat dari kecelakaan mengerikan yang membuat mobil Kijang berisi sembilan keluarga Iis itu ringsek tertindih badan truk kontainer yang oleng usai menabrak mobil Suzuki Carry.
Sebelum musibah terjadi, kisah Iis, keluarga besarnya menuju Pameungpeuk (Garut). "Kami mau silaturahmi ke rumah saudara sekaligus berwisata ke Pantai Sayang Heulang di Garut." Acara wisata itu pun dilakukan bukan tanpa alasan. "Itu ungkapan rasa syukur karena tiga minggu sebelumnya kami menikahkan anak saya nomor tiga, Vera Vebrianti (24) dengan Dedi Priyadi (24)," tambahnya.
Rombongan besar itu berangkat dari rumah Iis di Desa Jayagiri, Lembang, mengendarai dua mobil. Semua tampak ceria. Sembilan orang menumpang mobil Kijang dan empat lainnya di mobil Avanza milik Dedi. "Sejak berangkat, saya terpisah dari suami dan anak-anak yang berada di mobil Kijang. Rencananya, saya akan satu mobil dengan besan yang tak lain ayah Cheppy, menantu saya yang mengemudikan mobil Kijang," jelas Iis.
Rombongan mobil Kijang berangkat lebih dulu karena mobil yang ditumpangi Iis harus menjemput besan. "Ternyata besan saya sakit, jadi urung ikut." Tiba di Pameungpeuk, mereka langsung bersilaturahmi ke rumah saudara. Setelah itu, meluncur ke vila milik keluarga di pinggir Pantai Sayang Heulang dan menginap semalam.
Pagi pun menjelang. "Cucu saya Faliqh Mulki Albani (5) sejak pagi sekali sudah tak sabar mengajak ke pantai. Kami pun turun bermain di pantai." Keceriaan dan kebahagiaan yang menyelimuti keluarga besar Iis terekam di kamera foto Dedi. "Faliqh tampak akrab bersama kedua orangtuanya. Bertiga mereka bermain pasir," timpal Dedi yang mendampingi Iis.
Sore hari, sekitar pukul 17.00, keluarga besar Iis berencana kembali ke Jayagiri. Seperti saat berangkat, Dedi mengemudikan mobilnya berpenumpang Vera, Iis, dan keponakannya, Leni Agustina (19). Lagi-lagi, Iis terpisah dari suaminya. Namun, menjelang masuk Garut, mobil berhenti karena ada yang ingin makan nasi Padang. Sisanya tetap berada di mobil. "Waktu mobil berhenti, suami saya, Unang Hidayat (59), sempat menawari saya agar pindah ke mobil Kijang. Tapi saya menolak karena mobil Dedi lebih lega."
Usai mengisi perut, rombongan meneruskan perjalanan pulang. Di tengah perjalanan, tutur Dedi, mobil Kijang dua kali menepi. "Pertama di Cikajang, Teh Yuli menelepon saya. Dia tanya, kenapa saya mengklakson mereka terus. Saya bingung karena tidak pernah mengklakson. Yang kedua di Nagreg, Teh Yuli turun dan tanya lagi, kenapa saya memberi lampu sign. Saya jawab, tidak memberi aba-aba lampu apa pun. Dalam hati saya heran, kenapa si Teteh ini? Kami pun meneruskan perjalanan. Itulah komunikasi terakhir saya dengan kakak ipar."
Telepon Tak Diangkat
Ketika mobil melewati tanjakan Nagreg, Dedi melihat truk kontainer meluncur kencang ke arah Garut lalu menyerempet mobil Suzuki Carry yang akan ke arah Bandung. Posisi mobil yang dikemudikan Dedi berada di belakang mobil Carry, diselang satu mobil sedan. "Saya lihat setelah truk menyerempet Carry, kontainernya terlepas dari truk lalu oleng ke kanan hingga menimpa mobil lalu menyeret mobil itu beberapa meter ke depan. Kontan saya teriak, 'Kak Cheppy!' Setelah itu, saya banting stir ke kanan. Kalau tidak, pasti mobil saya ikut kejatuhan badan kontainer bagian belakang," lanjut Dedi.
Terpanggil rasa kemanusiaan, Dedi turun dari mobil lalu berlari ke arah mobil Carry. Ia menolong penumpang Carry sebisanya. "Yang masih selamat saya suruh keluar dari mobil. Saat itu suasana gelap dan sepi. Setelah penumpang Carry keluar, saya lihat ke belakang, ternyata ada mobil sedan yang terjepit kontainer. Saya tidak tahu berapa penumpang mobil sedan. Saya cari-cari mobil yang dikemudikan Kak Cheppy tapi enggak kelihatan. Saya pikir mobil sudah jalan duluan."
Tabrakan maut itu segera mengundang warga setempat keluar rumah dan memberi pertolongan kepada para korban. "Setelah banyak warga yang menolong, saya meneruskan perjalanan. Di tengah jalan, kami berhenti sejenak di warung minum, sekalian menunggu mobil Kijang. Saya berusaha menelepon Teteh Yuli dan yang lain. Ada nada sambung tapi tidak diangkat. Saya pikir mereka tertidur di mobil. Dua kali telepon masih belum nyambung. Kami pun pulang ke Lembang. Pikir kami mungkin sudah meluncur duluan."
Ternyata dugaan Dedi meleset. Setiba di rumah, tak ada mobil Kijang, apalagi penumpangnya. Kegelisahan mulai melanda Dedi dan Iis ketika mobil yang dikemudikan Cheppy tak kunjung tiba di rumah. Beberapa nomor ponsel yang dibawa keluarganya pun saat dihubungi ada nada sambung tetapi tidak diangkat. "Saya telepon polisi, ternyata mobil Kijang itu turut tergencet kontainer. Posisinya di depan mobil sedan. Pertama kali saya tanyakan nama Cheppy, polisi tidak mengerti, sebab STNK mobil atas nama Teteh Yuni."
Yang disesalkan Dedi tiada henti, "Malam itu saya sibuk menolong korban lain sementara saya tidak tahu keluarga sendiri juga jadi korban. Gara-gara tidak melihat mobil Kijang, saya tidak menolong mereka. Mungkin akibat gelap, sehingga posisi mobil Kijang berada di bawah kontainer tidak bisa kami lihat."
RINI SULISTYATI / bersambung
KOMENTAR