Masih ada saja kasus orangtua biadab yang tega mencoba menghabisi bayinya. Bahkan, dalam kasus terakhir yang terjadi di Desa Sidodadi, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, seorang bayi coba dibunuh dengan cara dibuang ke dalam kakus atau tempat `buang hajat`.
Ajaibnya, bayi tersebut ternyata tetap hidup meskipun sempat berada sekian lama di kakus untuk umum dengan sekujur badan belepotan kotoran manusia/tinja dan air kencing. Bayi lelaki yang masih terlilit plasenta (tali pusar) itu tidak mengalami kecatatan sedikit pun. Bahkan, tenaga medis yang memeriksa si bayi usai dikeluarkan dari dalam kakus, menyatakan bahwa bayi tersebut dalam kondisi sehat wal afiat. Diperkirakan bayi itu berada di dasar kakus selama hampir lima jam.
Penemuan bayi itu berawal dari suara tangisnya yang memecah keheningan pagi, Jumat (19/3). Beberapa warga yang hendak buang hajat dan mendengar tangis si bayi, sempat mengira bahwa itu suara hantu, sehingga mereka mengurungkan diri ke kakus. Salah satunya adalah Wasiah, 57.
Perempuan itu menceritakan, saat menjelang subuh atau sekitar pukul 04.00, Jumat (19/3), dirinya hendak buang air besar. Ia pun menuju ke kakus umum yang berada sekitar 100 meter dari rumahnya.
Semakin mendekat ke kakus umum itu, Wasiah samar-samar mendengar suara tangis bayi. "Mendengar ada tangisan bayi, saya akhirnya mengurungkan niat. Saya pikir itu suara hantu sampai-sampai saya ketakutan sampai pagi," beber Wasiah, warga Dusun Sidomulyo, Desa Sidodadi, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, yang pertama kali mendengar tangisan.
Menjelang pukul 06.00, suami Wasiah, Sumaji, bangun dari tidurnya dan mendengar suara bayi, yang kali ini nyaring. Karena penasaran, akhirnya Sumaji mencari sumber suara itu. Langkahnya pun menuju ke arah kakus umum di belakang rumahnya. Alangkah terkejutnya Sumaji ketika melongok ke dasar kakus yang penuh dengan tinja warga setempat itu. Ia melihat satu jabang bayi dengan posisi telentang .
"Saat melihat itu, saya langsung berteriak minta tolong. Sebab, tak mungkin saya masuk ke dasar kakus sendiri karena cukup dalam, yakni sekitar 3 meter dari permukaan tanah. Kemudian warga berdatangan," ujar Sumaji.
Tetapi, warga tak bisa langsung menolong sang bayi. Pasalnya, selain ia tergeletak di dasar kakus yang agak dalam, lubang kakus itu tidak memungkinkan untuk dimasuki badan manusia dewasa.
Akhirnya, warga membongkar permukaan kakus yang tersusun dari tumpukan bambu itu.
Pembongkaran dilakukan pelan-pelan agar tidak menyebabkan terjadinya reruntuhan ke bawah yang bisa mengenai si bayi. Proses itu akhirnya memang memperlambat pengangkatan bayi.
"Kami harus berhati-hati membongkar lantai bambu kakus, takut reruntuhan tanah dan bambunya masuk ke dasar kakus dan menimpa bayi malang itu," ujar Wasiat, warga RT 28 RW 4 Dusun Sidomulyo, yang ikut membantu proses evakuasi bayi.
Saat diangkat, tubuh bayi itu terasa sangat dingin dan berbau busuk karena seluruh tubuhnya terkena tinja bercampur air kencing. Agar bayi yang sempat diduga terluka itu tak terlalu sakit ketika diangkat, maka warga menggunakan daun talas yang dipetik dari pohonnya di dekat kakus untuk menggendong sang bayi.
"Saat tubuhnya dibersihkan, ternyata bayi itu tidak mengalami luka. Bahkan memar juga tidak ada sama sekali. Kami tak habis pikir. Tetapi, karena kami takut terjadi sesuatu yang membahayakan, bayi itu kami bawa ke rumah Bu Bidan," tambah Ngatemi, seorang warga.
Bidan Husnul Santoso membenarkan bahwa warga berbondong-bondong mendatangi rumahnya sambil membawa si bayi. Saat diantar ke rumah bidan Husnul, bayi terlihat sangat sehat dan aktif meskipun sekujur tubuhnya terasa sangat dingin saat dipegang, dan tali pusarnya juga masih belum diputus.
"Saya lantas memutus langsung tali pusarnya dan memasukkan bayi ke dalam inkubator untuk menghangatkan tubuhnya agar kasus baby blue tak terjadi," kata Husnul.
Dari hasil visum luar, bidan Husnul Santoso tidak menemukan adanya luka memar maupun goresan di tubuh bayi. Detak jantung bayi laki-laki dengan berat 1,9 kg dan panjang 40 cm itu pun tak menunjukkan adanya kelainan.
"Setelah kami mandikan di klinik ini, bayi itu mampu menghabiskan susu yang saya buatkan. Hanya saja sekitar pukul 12.00 Wib, bayinya terlihat seakan tak bisa mengisap dot susu yang saya berikan," ulasnya.
Tak hanya itu, tubuh bayi tak kunjung menghangat karena diduga menderita hipotermia (kedinginan, Red) yang cukup serius setelah hampir 5 jam di dalam kakus.
Husnul memperkirakan, bayi sudah berada di dalam kakus lebih lama dari dugaan warga sebelumnya. Sehingga, saat diletakkan di dalam inkubator dengan tingkat kehangatan yang lebih tinggi, suhu badan bayi tetap dingin.
"Saya tak mau ambil risiko, sehingga pada siang hari langsung saya rujuk ke Rumah Sakit Saiful Anawar (RSSA) Malang," ujarnya.
Husnul diberitahu pihak RSSA bahwa untuk merujuk sang bayi agar mendapat perawatan dari RSSA Malang, maka diperlukan keluarga penjamin. Beruntung, pasangan suami istri Suwarno dan Sriyuarti, warga setempat yang tak memiliki anak, rela menjadi keluarga penjamin untuk bayi. Selain itu Suwarno ingin setelah anak itu sehat, mereka bisa langsung merawatnya.
"Saya ingin mengambilnya sebagai anak, karena di usia yang sudah tua ini, kami belum juga mendapatkan keturunan," harap Suwarno yang berusia 45 tahun.
rea/surya
KOMENTAR