Dua sekolah alam dengan konsep sama yakni Sekolah Alam Indonesia (SAI), Ciganjur dan Sekolah Alam Bintaro (SAB) digagas oleh praktisi dan pemerhati pendidikan, Ir. Lendo Novo. Visi dan misi utamanya ingin memberikan perubahan kepada anak-anak, terutama pada sisi budi pekerti/akhlak, serta memiliki jiwa kepemimpinan. Di sekolah alam ini, proses pembelajaran berlangsung bersama dan berada di alam. Ruang kelas yang berbentuk rumah panggung/saung hanya sebagai sarana untuk istirahat atau belajar teori beberapa saat saja. Sepulang sekolah, anak-anak juga tidak dibebani lagi dengan PR seperti siswa sekolah konvensional pada umumnya.
SAI didirikan pada 2001 di Jl. Damai, Ciganjur, dengan delapan siswa yang dibimbing enam guru. Lantaran jumlah siswa terus bertambah, SAI pun pindah ke Jl. Anda. Kini, siswanya mencapai 373 anak, dibimbing oleh 68 guru, belum termasuk guru bidang studi Bahasa Inggris, Bahasa Arab dan guru Membaca Al Quran. "Setiap kelas dibimbing oleh dua guru, laki-laki dan perempuan. Konsep "ibu-bapak" ini dimaksudkan untuk mengakomodasi kemungkinan ada anak yang dekat dengan bunda atau ayahnya saat di rumah," papar Pepen.
SAI juga memiliki program inklusif, yakni menerima siswa berkebutuhan khusus. "Sekarang ini terhitung ada 15 anak autis di SAI. Dalam hal menimba ilmu, kami tak membeda-bedakan apakah anak itu berkebutuhan khusus atau tidak. Memang ada perbedaan, tapi tidak lantas harus dibedakan. Anak-anak yang tidak berkebutuhan khusus sudah kami beritahu. Nah, saat guru-guru tidak ada, justru anak-anak yang tidak berkebutuhan khusus yang menjaga temannya itu. Anak-anak sudah bisa bertoleransi."
Lantas, siapa saja yang bisa masuk ke SAI? Prinsipnya semua anak bisa, asalkan memenuhi seleksi yang dilakukan oleh guru dan komite sekolah. "Yang diseleksi bukan calon siswanya, lho. Melainkan justru orangtuanya. Seleksinya meliputi, apa visi dan misi orangtua dalam mendidik anak. Kedua, peran orangtua ketika anaknya sekolah di SAI. Ketiga, sejauh mana pemahaman orangtua dalam mendidik anak."
Kendati pengajarannya berbasis pada alam, namun Pepen mengatakan, lulusan SAI tak terkendala untuk mengikuti ujian nasional. "Kami punya guru bidang studi. Tapi untuk materi diknas, SAI tidak punya target selesai. Target akhir SAI adalah akhlak dan kepemimpinan. Bila budi pekerti/akhlak dan kepemimpinan sudah bagus, untuk mengejar aspek kognitif lebih mudah. Menjelang ujian, anak tidak perlu disuruh belajar, dia sudah punya kesadaran bahwa lulus-tidaknya dia, tergantung diri sendiri. Seperti tombol, kita tinggal tekan saklarnya saja. "
Di akhir tahun ajaran, SAI mengikutkan siswanya ujian nasional. "Untuk jenjang SD sudah ada 6 angkatan yang kami ikutkan ujian nasional. Nilai kelulusan rata-rata di atas 7. Sementara jenjang SMP sudah ikut tiga angkatan dengan nilai kelulusan di atas 7 dari tiga mata pelajaran yang diujikan," tegas Pepen.
Sayangnya, lanjut Pepen, "Kami belum punya kelas jenjang SMA sehingga anak SMP lulusan SAI kadang terkendala mencari SMA konvensional yang sama visinya dengan SAI. Namun, lulusan SAI bisa melanjutkan ke sekolah internasional yang visinya nyaris sama. "Sekolah internasional memberi ruang kepada anak untuk mengembangkan diri dan bebas mengungkapkan ide-ide dan pikirannya."
Rini Sulistyati
Foto-Foto : Ahmad Fadilah
KOMENTAR