Dian pertama kali mengenal SHD bulan Mei 2006 di kota asalnya, Medan. Saat itu, SHD yang anggota TNI AD, memang sedang bertugas di Medan dengan pangkat letnan kolonel. Mereka bertemu saat SHD minta izin memakai lokasi tempat kerja Dian untuk kegiatan gerak jalan.
Perkenalan mereka kemudian berlanjut saat Dian mendatangi kantor SHD untuk berdiskusi mengenai kondisi kantor Dian yang sedang didemo. Seminggu kemudian, SHD menelepon Dian dan mengajak makan siang di kantornya. Setelah makan siang di ruangan kerja SHD dan hendak pamit pulang, SHD memeluk Dian dari belakang sambil meminta Dian menjadi kekasihnya. Dian tak menjawab.
Suatu kali, SHD menjemput Dian dari kantor dan mengajaknya bermain golf. Di dalam mobil menuju rumah, SHD mencium Dian untuk pertama kalinya. Selang waktu berjalan, mereka berdua pun melakukan komunikasi secara intensif melalui telepon disusul kemudian September 2006, SHD mengajak Dian pergi ke Hotel Danau Toba. Hubungan intim pun terjadi. Akhir Desember 2006, SHD dimutasi ke Aceh dengan pangkat kolonel. Selama itu pula, mereka sering bertemu di hotel dan berhubungan layaknya suami-istri.
Setelah menjalin hubungan selama 3 tahun, mereka berdua sepakat memiliki anak. Di sisi lain, cerita Dian, ia tidak meminta hubungannya diresmikan dengan pria yang mengaku berstatus duda itu karena masalah perbedaan keyakinan. Februari 2009, Dian memeriksakan diri ke dokter dan dinyatakan hamil enam minggu. "Saat itu SHD meminta saya menjaga janin itu baik-baik dan kami akan memeliharanya sampai ia lahir." Saat kandungannya masuk usia dua bulan, SHD sempat menjenguk Dian di Medan. Menginjak bulan kelima kehamilan, SHD dimutasi ke Jakarta. Meski begitu, mereka masih kerap bertemu di Jakarta.
Dua bulan berlalu, SHD meminta Dian datang ke Jakarta agar ia bisa menyaksikan proses kelahiran si bayi. Dian pun sempat tinggal di Bogor selama SHD bersekolah di PUSDIK AD di Bogor. Belakangan, "Saya merasa sikapnya mulai berubah." Saat itulah, katanya, ia mulai curiga, selama ini SHD menyembunyikan status perkawinan yang sebenarnya.
Setelah pendidikan SHD selesai, Dian dibawa pindah dan tinggal di wilayah Kalibata, Jakarta. Tak lama kemudian, Dian memeriksakan kehamilannya di RS Duren Tiga. "Dari hasil pemeriksaan dokter, saya harus melahirkan dengan cara caesar karena jabang bayi terlilit dua tali pusar di lehernya." Hari berikutnya, Dian dioperasi dengan ditemani SHD. Kondisi anak laki-laki yang diberi nama Kev itu tidak sehat, karenanya langsung dirujuk ke RS Mitra Keluarga Depok. Sepuluh hari setelah dirawat, Kev kembali sehat dan tinggal bersama Dian di sebuah kamar kos di daerah Kalibata.
Dirampas
Pertengahan Desember 2009, SHD meminta Dian pergi ke Jombang bersama Kev. Alasannya, untuk menemui keluarga SHD. "Dia juga menjanjikan menikahi saya secara siri. Meski kami berbeda keyakinan, saya tidak keberatan karena cinta."
Baru dua minggu di Jombang, Kev mengalami gagal nafas dan harus masuk Intensive Care Unit (ICU) RS Muslimat selama sehari, lalu pindah ke RSUD Jombang selama dua minggu. Saat Kev dirawat di RSUD Jombang, "SHD datang dan menginap selama lima hari di Jombang." Meski kondisinya sempat memprihatinkan, Kev berhasil selamat. Selepas Kev keluar dari rumah sakit, Dian sempat merawat Kev di rumah keluarga SHD di Diwek, Jombang. Saat Dian hendak kembali ke Jakarta, terjadilah keributan itu. "Kakak ipar SHD melarang saya membawa Kev. Katanya, saya boleh pergi dan punya kehidupan sendiri, tapi biarkan Kev tinggal dan dirawat oleh keluarga mereka," ujarnya.
Jelas saja Dian menolak memberikan bayinya, "Kakak ipar SHD merebut Kev. Karena merasa kasihan Kev kesakitan, saya lepaskan dia dari pelukan saya. Saya juga sempat kena pukul oleh kakak SHD, Gatot," cerita Dian.
KOMENTAR