Wajah Ita Susilawati sungguh terlihat tak biasa. Kedua kelopak matanya membesar dan tampak turun hingga melewati hidungnya. Kulitnya keriput dan menipis. Berat badannya pun semakin lama semakin susut. Sungguh menyedihkan nasib Ita, begitu ia biasa disapa sehari-hari. Penyakit aneh yang dideritanya belum bisa dideteksi. Belum ada pula yang bisa menjelaskan secara logis, mengapa hal itu bisa menimpa Ita. Aneh, karena di usianya yang masih tergolong belia, Ita sudah menjelma menjadi sosok nenek tua renta.
Namun, setidaknya Ita masih bisa berbicara. Kenyataan itu pula yang menjadi pegangan harapan bagi kedua orangtua Ita, Durrahman (51) dan Ramliyah (44). Sebenarnya, tak hanya berbicara, Ita pun masih mampu melakukan banyak kegiatan normal untuk gadis seusianya.
Bahkan, untuk menggunakan telepon selularnya pun, Ita masih mampu. "Tapi, ya, mau bagaimana lagi? Semua ini memang sudah musibah untuk keluarga kami. Penyakitnya datang dari Allah, dan Allah juga yang bisa menyembuhkannya," tutur Ramliyah atau Iyah pilu.
Iyah berkisah, tragedi yang menimpa anaknya ini terjadi sejak tiga tahun lalu. "Saat itu malam takbiran tahun 2007. Tiba-tiba kaki Ita tak bisa bergerak dan susah jalan. Suaminya waktu itu masih sempat mengambilkan air sumur dari masjid untuk dibasuhkan ke kaki Ita. Kakinya pun sembuh. Saat itu, badannya juga merah-merah dan kepalanya pusing. Kata dokter yang sempat kami datangi di RS Pirngadi Medan, dia terkena alergi lingkungan. Dokter bilang, gara-gara makanan sehingga alerginya kambuh dan kulit Ita jadi melepuh," ujar Durrahman.
Awalnya, Ita dibawa berobat ke RSU Kartini, Kisaran, namun kemudian dirujuk ke RSU Pirngadi. Berkali-kali Ita menangis karena menahan sakit yang berkepanjangan. Berbagai rumah sakit dan dokter sudah didatangi Ita. Sayangnya, bukan kesembuhan yang diperoleh, melainkan kondisi Ita makin memburuk. "Mula-mula ada dua benjolan di perutnya. Lalu, kulit di sekitar lehernya tiba-tiba semakin menipis sehingga tulang lehernya seperti berlubang. Yang paling miris, lama-kelamaan daging di bawah kedua kelopak mata mulai menurun. Bahkan, sampai ke bawah," tutur bapak tiga anak dan satu cucu ini.
Berbagai upaya sudah dilakukan orangtua Ita. Bahkan mereka rela meminjam uang ke sana-sini, bahkan ke bank pemerintah untuk biaya pengobatan anaknya. "Gaji suami saya pun harus dipotong dari perusahaan tempatnya bekerja demi biaya berobat Ita. Pokoknya, semua sudah dijalani. Kami sudah habis puluhan juta rupiah," ungkap Iyah. Ia juga menambahkan, sejak terserang penyakit aneh itu, Ita jadi sulit tidur, suka mengigau, kalau makan sering muntah, dan selalu sesak nafas.
Tak hanya itu kemalangan yang diderita Ita. Perempuan yang sudah menikah ini ditinggalkan suaminya begitu saja gara-gara penyakit anehnya itu.
Ita dan Hendra Effendy, sang suami, menikah awal tahun 2007. Saat itu, Ita mau menerima lamaran Hendra karena di matanya, pria itu rajin dan tekun bekerja. Padahal, waktu itu ia sudah bertunangan dengan pria lain. Sepulang dari perjalanan singkat ke Medan bersama Hendra, Ita mengungkapkan keinginannya dinikahi Hendra dan memutuskan pertunangan dengan kekasih terdahulunya.
Tiga bulan setelah menikah, Ita diajak Hendra ke Medan membeli perlengkapan untuk dagangannya. Sebelum menikah, sehari-hari, Ita memang membuka usaha toko pakaian di depan rumahnya. Entah mengapa, kata Durrahman, sekembalinya dari Medan, uang Rp 25 juta rupiah yang dibekali Durrahman untuk membeli perlengkapan tokonya, justru habis. Belakangan diketahui, uang itu habis untuk membayar hutang Hendra. Tiga bulan setelahnya, Hendra minta izin merantau ke Batam. "Bahkan, saat pergi ke Batam, Ita tak boleh mengantarnya."
Saat di Batam, Ita dan Hendra sempat beberapa kali berkomunikasi dan bertukar pesan singkat di telepon genggam. Tak lama berselang, Ita mulai mengidap penyakit gatal-gatal. "Saya mengabarkan ke Hendra tentang kondisi istrinya. Saya suruh pulang untuk menengok istrinya, tapi dia bilang tak punya uang untuk pulang kampung. Itulah kali terakhir Durrahman dan Ita berkomunikasi dengan Hendra karena sejak saat itu, Hendra raib."
Didera permasalahan rumah tangga, Ita sempat stres. Durrahman menduga, kondisi Ita yang pusing dengan kondisi perkawinannya menjadi salah satu pemicu penyakit anehnya saat ini. "Dia sering sekali menangis. Kami sampai menduga, saking seringnya menangis, kelopak matanya membengkak," tutur Durrahman.
Kesedihan itu pulalah yang masih tampak jelas di wajah Ita. Sesekali Ita memandangi foto di saat ia masih normal dan sehat. "Saya sedih sekali. Apalagi kalau ada orang yang memanggil nenek. Saya, kan, masih muda," ujarnya sedih.
Meski tak masuk akal, Ita mengaku, sebelum diserang penyakit aneh itu, ia kerap mendapat mimpi aneh pula. Di mimpinya, Ita selalu dikejar-kejar tiga ekor ular kobra. Anehnya, hanya berselang beberapa hari sebelum penyakit itu menghinggapi tubuh Ita, tiga ekor ular kobra memang sempat masuk ke rumahnya. Beruntung, kerabat Ita bisa menyingkirkan ular itu.
"Kami hanya bisa mendoakan semoga Ita bisa sembuh dan melanjutkan cita-citanya sebagai pedagang pakaian," ungkap Durrahman. Saat membaca koran yang memberitakan tentang penyakitnya, wanita yang dulunya berperawakan manis ini hanya bisa menitikkan air mata.
Bayangkan saja, dulu Ita memiliki bobot ideal 60 Kg, namun sekarang menyusut jadi 40 Kg. "Saya malu jadi tontonan orang. Tapi, saya tahu, ini kenyataan yang menimpa saya. Biarlah orang menonton saya, tapi saya tetap ingin terus menggantungkan cita-cita untuk bisa kembali bekerja agar saya tidak menjadi beban buat keluarga," jelas Ita sambil menutup wajahnya dengan jari-jari tangannya.
Debbi Safinaz/bersambung
KOMENTAR