Kiprahnya di bangku sutradara dimulai sejak tahun 2009. Namun asam garam dunia perfilman Indonesia sudah Benni Setiawan cicipi. Di awal karier, Benni sempat menjadi aktor lalu kemudian memilih untuk berada di belakang layar.
Menjadi sutradara sudah menjadi impian Benni sejak lama. Kecintaannya pada dunia film bermula saat ia duduk di bangku SMA. Hobinya menonton film membuat Benni memutuskan melanjutkan kuliah di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) jurusan sinematografi. Namun alih-alih ingin menjadi sutradara, tawaran pertama yang mampir kepadanya justru menjadi pemain serial teve (sekarang disebut sinetron).
"Saya diberi kesempatan untuk jadi pemain di serial Keluarga Rahmat. Serial itu dulu sangat terkenal dengan tokoh Bu Subangun di tahun 1980-an. Di situ saya sebagai pemain, cukup lama juga karena serial itu dulu sangat laris," kenang Benni.
Dalam produksi serial teve itu pula, Benni akhirnya berkenalan dengan dunia penulisan skenario. Oleh karena mendapat sambutan bagus dari pemirsanya, serial Keluarga Rahmat pun dibikin semakin panjang. Tak pelak, produser membutuhkan banyak skenario yang siap dimainkan. Benni yang sejak kecil memang suka menulis, menawarkan diri untuk menulis skenarionya. "Dari situ saya mulai belajar menulis skenario dan diterima. Setelah itu saya lebih senang berada di belakang layar," ujar kolektor barang-barang antik ini.
Sudah tak terhitung lagi berapa judul skenario film, sinetron, dan FTV yang sudah ia buat. Dan tak sedikit yang menuai sukses seperti Keluarga Rahmat, Sahabat Pilihan, Opera 3 Jaman, Rumah Kami, mini seri Halimun (yang sukses dimainkan oleh Tio Pakusodewo dan Paramitha Rusady), 3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta, dan masih banyak lagi. Sebagai penulis skenario, Benni juga sudah menerima berbagai macam penghargaan.
Film Perdana
Seakan tak puas menjadi penulis skenario, pria kelahiran Tasikmalaya, 28 September 1965 ini lantas menjajal kemampuan menjadi sutradara. Benni membuat film pertamanya di tahun 2009. "Film pertama saya, Bukan Cinta Biasa yang dibintangi Afgansyah Reza, Olivia Jansen, Ferdy Taher, dan Wulan Guritno. Di situ saya sebagai sutradara sekaligus penulis skenario. Alhamdulillah sambutannya cukup baik. Banyak yang bilang film saya berbeda karena mengangkat sisi comedy romantic," kata Benni bangga.
Untuk film pertamanya itu, langkah Benni tak bisa dibilang mudah. Pasalnya, skenario yang ia sodorkan sempat ditolak beberapa produser. "Mereka khawatir karena genrenya agak berbeda. Buat mereka, hal itu agak di luar mainstream yang pernah ada. Saat itu, saya jual skenarionya kalau sutradaranya saya sendiri, karena saya lebih memahami skenario itu, tahu konsepnya seperti apa. Saya takut kalau sutradaranya orang lain, konsep yang ada di kepala saya malah terlupakan," cerita Benni yang akhirnya berjodoh dengan rumah produksi Wanna Be untuk menggarap film pertamanya itu.
Sejak itu, jalan Benni sebagai sutradara semakin mulus. Setiap tahun, ayah tiga anak ini selalu menghasilkan karya seperti Cinta 2 Hati (2010), 3 hati Dua Dunia, Satu Cinta (2010), Masih Bukan Cinta Biasa (2011), Aku Ingin Jadi Presiden (2012), Madre (2013), Laskar Pelangi 2: Edensor (2013).
Ciptakan Masterpiece
Karier Benni sebagai sutradara bisa dibilang sangat melesat. Di film ketiganya, suami R. Widayanti ini sudah mendapatkan penghargaan tertinggi di dunia perfilman Indonesia, yaitu Piala Citra untuk film 3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta. Tak tanggung-tanggung, film besutannya menerima 7 Piala Citra untuk kategori Film Terbaik, Pemeran Utama Pria Terbaik, Pemeran Utama Wanita Terbaik, Penyutradaraan, Pemeran Pendukung Pria Terbaik, Skenario Cerita Adaptasi Terbaik, dan Tata Artistik Terbaik.
Kendati demikian, Benni merasa, film yang dibintangi Reza Rahadian dan Laura Basuki itu bukan sebagai masterpiece-nya sebagai sutradara. "Saya masih terus mencari, belum puas dengan karya-karya saya. Mungkin orang menganggap 3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta itu, yang memenangkan 7 Piala Citra, itu masterpiece saya, tapi buat saya itu belum. Saya harus terus membuat karya yang lebih baik lagi. Belum ada masterpiece. Saya masih ingin dan akan berusaha membuat yang lebih baik lagi," ujar Benni yang mendapat dukungan penuh dari istri dan ketiga anaknya.
Bicara soal target, Benni tak mau muluk-muluk. Ia hanya ingin membuat film seperti debut pertamanya, yang ide ceritanya merupakan hasil buah pikirannya sendiri. Maklum, sebagian besar film Benni memang diangkat dari novel laris seperti 3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta, Madre, dan Laskar Pelangi 2.
Tak hanya itu, Benni juga ingin melepas cap yang selama ini melekat pada dirinya sebagai sutradara film romantis. "Mungkin banyak yang menganggap saya sering membuat film yamg comedy romantic atau drama romantis, karenanya saya bercita-cita ingin membuat film yang epic atau action. Selama ini saya belum pernah membuat film action. Itu salah satu obsesi saya," ujar Benni yang senang, dua dari tiga anaknya sudah mulai mengikuti jejaknya menjadi sutradara.
Sri Isnaeni
KOMENTAR