Bahkan lewat hobinya bermusik inilah Mbah Surip kemudian bertemu jodoh, Minuk Sulistyowati, gadis bersuara merdu asal Sinoman, Mojokerto. "Bude Minuk suaranya lebih bagus ketimbang Pakde Urip," kisah Nora tentang awal asmara Mbah Surip-Minuk.
Seringnya bertemu di acara seni, membuat keduanya saling dekat. Sayang, perbedaan status sosial membuat perjalanan asmara mereka tak berjalan mulus. Surip anak orang tak punya, sementara Minuk dari keluarga kaya dan terpandang. Tapi cinta yang mendalam ternyata mengalahkan semua halangan. Keduanya akhirnya bisa menikah.
Tak lama berselang, Minuk melahirkan anak pertama yang dinamai Tita. Menyusul kemudian Varid (kini dikenal dengan sebutan Farid, Red.), Risna, dan si bungsu Ivo. Sayangnya, kelahiran putra-putri tercinta, tak diiringi dengan perbaikan ekonomi. Meski telah melakoni berbagai pekerjaan, mulai dari tukang listrik, tukang las, calo tiket bioskop, sampai penjual es lilin, nasib si Mbah tetap tak berubah.
Suara-suara sumbang dari pihak keluarga Minuk terus berdengung. "Dia diperlakukan begitu karena miskin meski sudah kerja keras," ungkap Senen, kakak Mbah Surip saat ditemui tabloidnova.com. Ejekan yang merendahkan itulah yang konon mendorong Mbah Surip hijrah ke Jakarta. Ia ingin membuktikan, mampu menghidupi anak-istri. (artikel ini milik tabloidnova.com. dilarang mengcopy untuk kepentingan publikasi.
Gandhi
KOMENTAR