Kanker payudara merupakan penyakit yang peluang kesembuhan tinggi asalkan dapat terdeteksi sejak dini. Sayangnya, sering kali perempuan takut untuk menjalani pengobatan. Apalagi, jika dokter langsung memutuskan untuk operasi pengangkatan payudara atau masektomi. Akhirnya, banyak yang beralih ke pengobatan alternatif, seperti hanya konsumsi obat herbal. Padahal, langkah atau sikap menjauhi pengobatan medis akan memperburuk kanker payudara.
Pendiri komunitas kanker payudara Lovepink, Madelina Mutia, mengaku cukup banyak menemui teman-teman pejuang kanker payudara yang datang berobat saat sudah stadium lanjut, karena lebih dulu menjalani pengobatan alternatif. Pengobatan alternatif nyatanya tak sanggup membunuh sel kanker.
Meninggalkan pengobatan medis sama halnya dengan membiarkan sel-sel kanker berkembang menjadi lebih ganas. Mulanya hanya stadium 2B, karena meninggalkan pengobatan medis, malah menjadi stadium 3 hingga 4.
Baca: Betulkah Faktor Hormonal Penyebab Utama Kanker Payudara?
"Kalau alternatif mungkin kasus penyakit tertentu bisa sembuh. Tapi, kalau sel kanker itu, kan sangat cepat berkembang dan herbal enggak bisa mengejar," kata Mutia saat ditemui di Jakarta, Rabu (2/9) oleh Kompas.com .
Mutia mengatakan, masalah ini pun kerap diinformasikan setiap kali Lovepink menggelar kegiatan rutin seperti edukasi atau sosialisasi deteksi dini kanker payudara. Jika terdiagnosis kanker payudara, segera melakukan pengobatan medis di rumah sakit.
Baca: Siapa yang Berisiko Lebih Tinggi Terkena Kanker Payudara?
"Apabila terdiagnosa, jangan menengok alternatif, langsung ke medis. Medis itu kan sudah melalui riset puluhan tahun, yang sudah pasti, kalau sakit ini, ya obatnya ini," tegas Mutia.
Kanker payudara adalah jenis kanker yang paling banyak diderita para perempuan. Deteksi dini sangat penting, agar kanker bisa lebih mudah untuk diobati. Cara deteksi dini kanker payudara yaitu dengan melakukan SADARI atau periksa payudara sendiri dan rutin cek dengan mamografi maupun USG pada perempuan berusia di atas 35 tahun.
Dian Maharani/KompasHealth
KOMENTAR