Kebakaran hutan Gunung Lawu pekan lalu mengakibatkan tujuh orang tewas dan dua orang menderita luka bakar berat. Di antara tujuh korban tewas tersebut adalah Awang Fery Pradika Dwi Kusuma (25) dan sang kekasih, Rita Septi Nurika (23). Padahal, “Kalau tak ada aral melintang, tahun depan mereka lamaran,” kata ibu Rita ketika ditemui NOVA di rumahnya di Desa Gelung, Ngawi (Jatim), Rabu (21/10).
Suasana duka terasa begitu pekat di rumah pasangan Suwito (51) danSundari (46) di Desa Gelung, Kec. Paron, Ngawi. Suwito terlihat lebih tabah, berbeda dengan Sundari. Terkadang, ia termenung di atas hamparan karpet yang digelar di ruang tamu. Terkadang ia memandang ke langit-langit rumah sederhana itu. “Dia anak yang sangat baik. Patuh pada orangtua, mandiri dan tangguh,” kata Sundari mengawali percakapan.
Perempuan yang sehari-hari berjualan makanan di pasar ini sama sekali tak menduga anak sulungnya akan menjadi korban di Gunung Lawu. Sebenarnya Rita sudah sejak SMP minta camping ke puncak Lawu tetapi selalu dilarang. Bahkan dia sempat menangis-nangis ingin berangkat bersama teman-teman sekerjanya. “Saya larang karena dia itu alergi udara dingin. Kalau alerginya kambuh langsung flu, pilek dan sebagainya,” ceritanya.
Baca: Kisah Korban Kebakaran Gunung Lawu, Firasat Jalak dan Kobaran Api
Namun Rita akhirnya mendaki Gunung Lawu bersama pamannya, Marwan. Sebetulnya bukan dia yang diajak melainkan adiknya, Vita. “Tetapi, karena adiknya yang sekolah di SMP sedang ulangan, akhirnya Rita yang ngotot ikut,” kata Sundari. “Sudah, Dik, aku saja yang ikut, kamu, kan, ulangan. Nanti kamu aku kasih tahu foto-fotonya di sana,” kata Sundari menirukan ucapan Rita pada adiknya.
Saat itu Rita juga bilang bahwa dia juga akan mengajak Awang, kekasihnya, untuk mendampinginya. “Nanti aku ajak Mas Awang ya, Bu, biar ramai,” kata Rita kepada Sundari.
Merasa Bersalah
Bagi Marwan, kakak kandung Sundari, keikutsertaan Rita bersama Awang tidak ada masalah. Bahkan dia semakin senang. Marwan juga mengajak kedua anaknya, Nanang dan Novi, serta Eko keponakan dari istrinya. “Mas Marwan itu sering ke Gunung Lawu. Dia pernah bilang, tujuan mengajak anak-anak naik gunung itu salah satunya melatih diri untuk berjuang. Kalau ingin sukses harus merangkak seperti orang naik gunung,” kata Sundari. Marwan, menurut Sundari, juga terkenal rajin ibadah dan sangat baik di kampungnya.
Baca: Septi Tak Pamit Saat Hendak Daki Lawu Bersama Calon Suami
Sabtu (17/10) malam, Sundari mengantar Rita ke rumah Marwan untuk berangkat bersama-sama naik motor sampai ke Cemoro Kandang. Dari sana baru dilanjutkan dengan berjalan kaki. “Saat itu tak ada firasat,” imbuhnya.
Keadaan berubah tatkala Minggu (18/10) sore Sundari memperoleh kabar bahwa Marwan mengalami kecelakaan. “Saya pikir pulang dari Lawu kemudian di jalan kecelakaan naik motor, jadi saya tidak punya pikiran bakal kena kecelakaan kebakaran yang sampai menewaskan Rita,” jelasnya.
Sundari baru sadar anaknya juga ikut jadi korban begitu sampai di rumah sakit. Di sana, dia baru tahu bahwa yang dimaksud kecelakaan adalah kebakaran. “Begitu tahu, saya langsung histeris di depan kamar jenazah,” imbuh Sundari yang selama wawancara sering tak kuasa menahan tangis.
Yang membuat dia makin syok, tak sekadar kehilangan anak tercintanya, tetapi juga karena dia merasa bersalah kepada keluarga Awang. Pasalnya, putrinyalah yang mengajak Awang pergi. Sundari lega begitu diberitahu bahwa keluarga calon menantunya tersebut ikhlas dan tak mempermasalahkan. “Alhamdulillah kalau Pak Sunarto bisa memaafkan kami, nanti beberapa hari lagi saya akan datang ke rumahnya untuk minta maaf,” sambung Sundari.
Sundari melihat Awang sebagai anak yang sangat baik. Karena itulah dia dengan senang hati menerima kehadirannya. “Apalagi ayah Awang juga sayang sekali sama Rita. Rita sering bilang kalau pulang kuliah langsung dibuatkan makanan ketika mampir warungnya. Saya berdoa mereka berdua di akhirat kembali dipertemukan Allah,” kata Sundari dengan mata berkaca-kaca.
Sundari juga memuji anaknya yang memiliki pribadi yang sangat baik. “Dia sangat mandiri. Salah satu buktinya, selepas SMA, Rita melanjutkan kuliah di salah satu PTS di Magetan, satu perguruan tinggi dengan Awang. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk uang saku dan biaya kuliah, dia bayar sendiri dari hasil kerjanya sebagai staf administrasi di kantor notaris yang sudah ditekuni sejak awal kuliah,” papar Sundari tentang anaknya yang sejak kecil punya hobi menari.
Firasat Kaki Panas
Sementara itu, suasana di rumah Awang Fery Pradika Dwi Kusuma seolah tak pernah berhenti didatangi para pelayat. Tamu dari berbagai kota itu merasa kehilangan dengan kepergian Awang. “Awang ini supel dan pandai bergaul. Karena itulah dia ditunjuk menjadi salah satu ketua komunitas motor di Ngawi. Yang datang ini satu komunitas dari lain kota,” kata Fery Eko Budi (30) kakak kandung Awang kepada NOVA di rumahnya di Desa Karang Asri, Ngawi (Jatim), Rabu (21/10).
Orang yang sangat terpukul dengan kepergian Awang adalah Sunarto Rino (54), ayah Awang. Rino sebenarnya sudah mewanti-wanti agar Awang tak naik ke Gunung Lawu memasuki bulan Suro. “Saya sebenarnya sudah minta dia tidak pergi, tetapi namanya anak, dia ngotot berangkat,” kata Rino yang sehari-hari berjualan nasi goreng.
Rino yang ditinggal sang istri sejak tahun 2012 mengaku mendapat firasat sebelum kepergian anak bungsunya itu. Setelah Awang berangkat ke Lawu bersama Rita, pagi harinya sekitar pukul 10.00, tepat saat kebakaran hutan yang merenggut nyawa anaknya, ada sebuah kejadian. Ketika Rino di dapur bersama pembantunya untuk persiapan jualan sore harinya, tiba-tiba regulator yang menempel pada tabung elpiji bocor.
Akibatnya, api merembet membesar dan menyala-nyala nyaris sampai ke atap dapur. “Tidak pernah terjadi sebelumya, padahal saya setiap hari pegang kompor. Saya sempat panik,” kata Rino. Beruntung, anaknya sigap mematikan api yang menyala-nyala dengan karung basah.
Ternyata itu belum selesai. Sekitar Maghrib sebelum mendapat kabar musibah, di warung tiba-tiba Rino merasa kedua kakinya panas luar biasa. “Tidak pernah saya rasakan sebelumnya. Sampai sampai heran, wong enggak kena apa-apa, kok, panas. Tapi karena banyak pembeli, akhirnya tidak saya pedulikan, saya terus melayani pembeli,” kata Rino. Tak lama setelah itu, dia mendapat kabar anaknya mendapat musibah.
Baca: Rencana Pernikahan Itu Pupus Oleh Api Gunung Lawu
Rino menambahkan, belakangan ini Awang juga terlihat sangat sayang kepadanya. Tidak seperti sebelum-sebelumnya, kadang kalau ada waktu senggang, Awang, yang sehari-hari bekerja di distributor pupuk dan sore harinya kuliah itu mengajaknya berjalan-jalan keliling kota. “Ayo Pak, Bapak minta apa, nanti akan saya turuti,” begitu kalimat yang sering diucapkan kepadanya.
Musibah ini juga membuat Rino merasa pedih berlipat-lipat. Sebab, selain Awang, Rita, kekasih Awang, juga ikut menjadi korban. Bagi Rino, Rita bukan calon menantu lagi tetapi sudah dianggap seperti anak sendiri. “Saya sedih, Rita itu sayang sekali sama saya. Kalau saya sakit, dia pasti nengok sambil membawakan oleh-oleh,” ujar Rino. Matanya terlihat berkaca-kaca. “Semoga di alam sana Allah mempertemukan mereka berdua...”
Gandhi Wasono M.
KOMENTAR