Dari mana Anda mendapat ide membuka usaha ini?
Ide muncul ketika saya memiliki usaha waralaba jamur kriuk. Kebetulan kami memiliki lima outlet jamur kriuk pada sekitar tahun 2011. Ketika itu booming sekali usaha ini, tapi ternyata enggak bertahan lama. Sekitar 1,5 tahun kemudian mulai seret. Pasalnya susah mendapat pasokan jamur tiram. Selain musiman, petani jamur ketika itu banyak yang gulung tikar.
Padahal, dulu, dari lima outlet itu saya bisa bikin 120 kilogram jamur per hari, satu pack saya jual Rp5.000. Dalam sehari saya bisa mengantongi laba bersih sampai sekitar Rp700.000 dari 5 outlet. Lumayan banget kan?
Lalu?
Nah, sebelum jamur kriuk benar-benar tutup, saya sudah mulai memutar otak mencari apa yang harus dilakukan. Kebetulan, di dekat outlet jamur saya terdapat outlet tahu pedas, dan kalau saya perhatikan usahanya selalu ramai. Bahkan jarang sekali saya bisa melihat penjualnya, karena tertutup sama pelanggan yang antre. Hebat lo, pelanggan sampai ada yang rela antre 20 menit untuk membeli tahu pedas itu.
Usut ketemu usut, saya penasaran dan beli tahu pedas itu. Di rumah, bersama suami saya “membedah” tahu pedas itu. Saya cari cara bagaimana membuatnya, saya lakukan beragam uji coba dan mencari resep yang tepat.
Berapa lama ujicobanya?
Seingat saya tiga sampai enam bulan. Saya coba-coba membuat tahu isi pedas sampai akhirnya ketemu yang cocok. Di tahun 2011 akhir itu mungkin seminggu tiga kali saya bawa tahu isi ke sekolah anak saya. Saya kasih tahu isi buatan saya ke ibu-ibu yang mengantar anaknya sekolah. Dari mereka saya dapat tanggapan mengenai produk saya ini. Apakah keasinan, kurang crispy, terlalu pedas, kurang pedas dan macam-macam. Dengan begitu, saya bisa mendapatkan resep tahu isi pedas yang pas.
Sampai kemudian 29 Februari 2012 saya menemukan resep yang saya rasa sudah tepat dan mulai membuka outlet. Saya buka satu outlet di Perumnas 1, Depok. Puji Tuhan, awal yang sangat bagus. Dalam hitungan hari, penjualannya terus meningkat. Sehari kami bisa menjual minimal enam boks, satu boks isinya 50 buah tahu isi. Tanggapan pelanggan sangat positif.
Dua bulan kemudian kami tambah lagi satu outlet, masih di kawasan Depok juga. Ternyata sama, penjualan semakin meningkat. Terus dalam waktu enam bulan saya bisa punya lima outlet. Dalam sehari dari lima outlet itu bisa menjual sekitar 120 boks tahu. Kaget! Kami berdua enggak menyangka tanggapannya sangat positif. Akhirnya usaha jamur kriuk kami suntik mati saja dan berubah menjual tahu isi yang kami beri nama Taisi singkatan dari Tahu Isi. Ha ha ha.
Berapa modal awal usaha ini?
Modal awalnya dari hasil “menyekolahkan” sepeda motor saya sebesar Rp10 juta. Seiring berjalannya waktu, dari modal itu terkumpullah omzet per bulan di tahun pertama mencapai Rp150 juta. Di tahun kedua meningkat menjadi Rp250 juta dan tahun ketiga sekitar Rp350 juta per bulan.
Apa perbedaan Taisi dengan tahu isi yang lain?
Perbedaannya terletak pada bahan tepung tahu isi yang lebih crispy, ukuran tahu yang lebih besar dan jenis tahu yang saya gunakan juga beda. Jenis tahu yang kami gunakan juga bukan tahu yang dijual pasaran, karena khusus kami pesan di pabrik tahu langganan. Sedikit mirip dengan tahu Sumedang. Tahunya saja sudah gurih, ditambah tepung dan isiannya, rasa tahu isi kami lebih istimewa. Saat ini tahu pedas Taisi memiliki tiga variasi isi, yakni original, sosis dan ayam.
Kapan mulai menerapkan sistem usaha waralaba?
Ketika usaha ini memasuki tahun kedua, itu juga karena semakin banyak orang yang menghubungi kami untuk waralaba. Awalnya, kami produksi tahu ini hanya di teras rumah. Semakin lama, sudah enggak bisa menampung. Mau masak untuk makan sehari-hari saja susah, karena kompor dipakai untuk produksi tahu isi.
Kami kemudian sewa lahan untuk produksi, ternyata seiring waktu lahan itu juga enggak muat. Sudah sumpek banget, sementara produksi tahu isi terus meningkat. Akhirnya tahun 2015 ini kami membangun kantor dan tempat produksi di lahan orangtua seluas 1.000 meter dengan luas bangunan sekitar 300 meter. Saat ini mitra Taisi sudah ada 120 lebih, produksi tahu isi per hari sampai 8 ribu sampai 10 ribu buah.
Outlet Taisi sudah ada dimana saja?
Saat ini baru ada di Jabodetabek, Cikampek dan tiga bulan kemarin sudah di Bandung di daerah Dipati Ukur. Peminat yang lain banyak, tapi belum ditindaklanjuti, terlebih dari luar pulau seperti Lampung, Batam dan Medan. Bahkan mereka sampai datang sendiri ke sini. Mudah-mudahan dalam waktu dekat Taisi bisa dijual di berbagai daerah lain. Karena 2016 besok kami memiliki target untuk buka outlet di luar Pulau Jawa. Semoga Yang di Atas mengizinkan.
Apa yang saat ini menjadi kendalanya?
Bahan baku. Kami sedang menjajaki kemungkinan kerja sama dengan pabrik tahu di daerah lain. Sebenarnya bisa saja kirim dari sini, tapi pasti mahal di biaya kirimnya. Bahkan mungkin lebih mahal ongkos kirimnya daripada harga tahunya.
Hambatan lain?
Mulai dari susahnya mencari SDM sampai soal harga bahan baku. Misalnya, Senin harga cabai Rp25.000, besoknya bisa Rp35.000. Begitu pula harga sayur seperti wortel dan kol. Bahkan pernah tahun lalu, harga cabai sekilo itu sampai Rp120.000. Sementara kita enggak bisa menaikan harga tahu isi ini setiap saat kan?
Di sinilah bedanya tahu isi Taisi dengan tahu lain, kami enggak mengurangi kualitas. Agar bisa tetap bertahan, saya lakukan inovasi dan menyesuaikan ukuran tahunya. Baru ditahun ini harga jual tahu isi naik menjadi Rp2.500 per buah.
Sebenarnya apa latar belakang Anda?
Saya dan suami dulu karyawan salah satu bank swasta. Saya bungsu dari tiga bersaudara, lulusan Sastra Jepang. Suami orang teknik lulusan MIPA. Ha ha ha. Kemudian, karena 2015 kami menikah, salah satu harus keluar kantor. Tapi dasarnya saya enggak bisa diam dan karena sering ketemu pengusaha. Lama-lama saya ngiler, saya juga ingin jadi pengusaha.
Sebelumnya beberapa kali saya dan suami sudah coba membuka usaha. Bahkan ketika saya masih kuliah, saya menjual fotokopi kamus, saya dan suami juga pernah menjual sepatu, coba membuka usaha fotokopi dan ATK, jual pulsa sampai usaha waralaba jamur kriuk itu.
Selain itu apa motivasi Anda untuk menjadi pengusaha?
Saya enggak mau selamanya jadi karyawan, karena menjadi karyawan itu akan sampai pada satu titik harus pensiun. Selain itu saya ingin membantu orang lain yang kurang beruntung. Contohnya, karyawan saya saat ini adalah mereka yang tidak pernah mengenyam bangku sekolah. Setahun pertama mengembangkan usaha, saya memiliki 10 atau 12 orang. Saat ini sudah ada 40 karyawan dan semuanya sudah seperti keluarga.
Bagaimana sistem waralaba yang diterapkan Taisi?
Sistemnya beli putus. Mitra hanya menyiapkan karyawan untuk jaga outlet dan memilih lokasi. Kami memberikan bahan baku, booth dan training. Harga franchise Jabodetabek Rp15 juta dan di luar Jabodetabek Rp20 juta. Ada juga sistem master franchise dan reseller.
Reseller ini untuk mereka yang enggan menggunakan booth dari kami, kami jual bahan bakunya saja. Reseller mulai dari Rp2,5 juta untuk wilayah Jabodetabek dan harga luar Jabodetabek tergantung daerahnya. Sementara master frenchise harganya Rp100 juta, ada beberapa keuntungan, di antaranya dapat dua booth dan resepnya. Akibat sistem reseller ini, kami menyediakan tahu isi frozen. Tapi kami enggak suka masuk ke swalayan atau supermarket. Kalaupun masuk swalayan kami ingin mereka membeli putus.
Apakah ada usaha lain yang digeluti selain Taisi?
Belum ada, saat ini saya dan suami fokus dulu mengembangkan Taisi. Target kami membawa Taisi ke luar Pulau Jawa, bahkan kalau bisa sampai ke luar Indonesia.
Edwin Yusman F.
KOMENTAR