Banyak orang sering menganggap remeh atau mengabaikan penyakit anemia. Padahal, penyakit yang ditandai dengan rendahnya kadar hemoglobin dalam darah akibat kekurangan zat besi tersebut bisa juga menyerang kelompok usia anak-anak.
Penyebab anemia pada anak paling sering disebabkan berkurangnya produksi sel darah merah berupa defisiensi besi, asam folat, vitamin B12, dan kegagalan sumsum tulang (anemia aplastik), selain itu juga karena gangguan pematangan sel darah merahe, penyakit kronis, dan penghancuran sel darah merah akibat infeksi.
Ini yang mendorong Anda sebagai orangtua tidak boleh meremehkan penyakit anemia pada anak. Pasalnya, jenis penyakit anemia pada anak yang paling sering terjadi di Indonesia adalah anemia defisiensi besi. Dimana jenis anemia ini cenderung menyerang anak-anak yang mengalami kadar hemoglobin rendah dalam darah akibat kekurangan zat besi.
Baca: Saat Mens, Penuhi Asupan Folat dan Zat Besi
Secara umum, penyebab anemia pada anak dikarenakan pola makan yang tidak seimbang, proses penyerapan yang tidak baik, terjadinya peningkatan kebutuhan zat besi (misalnya pada anak-anak masa pertumbuhan, ibu hamil serta menyusui, dan saat seseorang kehilangan darah).
Menurut kriteria WHO, anemia yang terjadi pada anak berusia kurang dari enam tahun ditandai dengan hemoglobin yang kurang dari 11 gram per dl, sedangkan pada anak yang berusia lebih dari enam tahun, ditandai dengan hemoglobin yang kurang dari 12 gram per dl.
Baca: Sembarang Diet, Picu Anemia
Gejala umum anemia adalah lesu, lemah, cepat letih, pucat lama, pusing, dan mudah mengantuk. Biasanya juga disertai dengan kulit kering, kuku kusam, dan kulit berwarna kuning.
Penyebab langsung timbulnya anemia zat besi adalah asupan makanan yang tidak cukup secara kuantitatif dan kualitatif, serta karena infeksi penyakit, seperti cacingan dan malaria. Zat besi berpengaruh terhadap kognisi, aktivitas mental, seperti kegiatan untuk mendapatkan, menyimpan, mengeluarkan, dan memakai informasi serta pengetahuan.
Ada pula penyebab tidak langsung dari anemia, yaitu ketimpangan gender, sehingga ketersediaan dan distribusi pangan keluarga yang bergizi untuk ibu serta anak terabaikan.
Baca: 3 Cara Mendiagnosis Anemia
Pengaruh anemia pada tumbuh kembang otak anak
Anemia sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan otak anak. Perkembangan kognitif anak sekolah akan terganggu akibat badan yang lesu dan cepat letih, hal ini kemudian akan memengaruhi prestasi belajar, kemampuan fisik, dan prestasi olahraga yang menurun.
Seseorang yang menderita anemia, akan mudah terserang penyakit serta gangguan pertumbuhan. Pada anak perempuan yang menderita anemia, ini akan memiliki dampak yang berlanjut. Ini dikarenakan mereka merupakan calon ibu, dimana nantinya akan melahirkan.
Jika tidak diatasi, masalah ini akan dapat meningkatkan risiko perdarahan pada saat persalinan yang akan menimbulkan kematian. Calon ibu yang menderita anemia juga bisa melahirkan bayi dengan berat lahir yang rendah.
Baca: Anemia Akibatkan Pendarahan?
Anemia dapat mengakibatkan terhambatnya transfer oksigen yang memperlancar metabolisme sel-sel otak, juga dapat mengganggu metabolisme lemak mielin yang berfungsi mempercepat antar impuls saraf, perilaku, serta konsentrasi. Jika seseorang terkena anemia defisiensi zat besi sejak bayi, maka pada usia memasuki prasekolah dan usia sekolah, anak akan mengalami gangguan konsentrasi, daya ingat rendah, kapasitas pemecahan masalah rendah, hingga kecerdasannya.
Untuk mencegah anemia, anak-anak yang berusia kurang dari satu tahun disarankan untuk mengonsumsi makanan pendamping ASI, yang kaya zat besi dan vitamin C. Untuk anak diatas satu tahun, dianjurkan untuk mengonsumsi susu formula dan skrining melalui terapi.
Monalisa Darwin D./intisari-online.com
KOMENTAR