Tabloidnova.com - Kepolisian Resort Kota (Polresta) Depok masih memeriksa Bripka Triyono, anggota unit pengamanan Objek Vital Polresta Depok, pembunuh istrinya sendiri Ratnita Handriani (37) di rumahnya di Jalan Perjuangan, RT 2, RW 8, Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok, Minggu (27/3/2016) malam sekira pukul 19.30.
Bripka Triyono diketahui membunuh istrinya itu bersama rekannya Rahmat alias Mamat.
Kapolresta Depok Kombes Dwiyono menuturkan pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui motif sebenarnya pelaku yang tega menghabisi korban.
Menurutnya motif pembunuhan sementara ini adalah masalah pribadi. "Ada masalah pribadi antara pelaku dan korban, itu dulu," kata Dwiyono singkat, Senin (28/3/2016).
Ia mengatakan apakah masalah pribadi yang dimaksud masih dipertajam penyidik yang memeriksa pelaku. "Masih kami periksa kedua pelaku," katanya.
Saat ditanya apakah motif pelaku karena kesal sering dicereweti istri dan pernah dikatai oleh istrinya sebagai polisi miskin, Dwiyono enggan menjelaskannya. "Nanti saja, intinya masalah pribadi," kata dia.
Baca juga: Sering Cekcok, Seorang Polisi Bunuh Istrinya Sendiri
Sementara itu salah seorang anggota polisi rekan Bripka Triyono, menuturkan bahwa Triyono pernah beberapa kali mengeluh karena istrinya yang cerewet dan sering memarahinya. Bukan itu saja, sang istri juga pernah mengatai Bripka Triyono sebagai polisi miskin.
"Istrinya dianggap cukup cerewet sama pelaku, sehingga pelaku mengeluh. Bahkan katanya pernah juga istrinya ngatain dia polisi miskin. Gak tahu maksudnya apa," kata salah seorang polisi.
Sementara itu, Kasat Binmas Polresta Depok, Komisaris Suharto, menuturkan bahwa isu yang menyebutkan bahwa Bripka Triyono kerap bertengkar dengan istrinya Ratnita, memang benar.
Menurut Suharto, hal itu didengarnya sudah lama saat Bripka Triyono masih menjadi anak buahnya di Binmas.
"Sebelum dia menjadi anak buah saya di Binmas, memang saya dengar sering cekcok dengan istrinya. Tapi waktu ikut saya, sudah enggak lagi. Dan sekarang setelah di Obvit, saya gak tahu lagi," kata Suharto.
Budi Sam Law Malau / Warta Kota
KOMENTAR