Di masa lalu, orang suka menyembunyikan kisah cintanya. Momen seru atau mengharu biru, cuma disimpan sendiri bukan untuk dibagi. Kini, ada banyak ‘drama cinta’ yang bisa kita tonton via media sosial. Bahkan secara ‘live’ dari menit ke menit.
Hmmm…
Seperti halnya pergaulan di dunia nyata, topik tentang hubungan cinta termasuk bahan pembicaraan favorit dalam pertemanan di media sosial. Cerita tentang sikap pasangan yang mesra dan penuh perhatian banyak disukai dan sering menginspirasi.
Di sisi lain, terlalu rajin posting juga bisa menimbulkan antipati. Seperti cerita Nindra (34) yang meng-unfriend teman Path-nya karena dianggap suka 'nyampah' di timeline dan terlalu gemar pamer kemesraan.
“Bayangin aja, hampir tiap hari kita disuguhi ‘rundown’ acara dia bersama suaminya mulai dari bangun tidur sampai pergi tidur. Kalo lagi mesra, lebay banget. Ntar giliran berantem, seluruh dunia juga mesti tau. Males enggak, sih…,” ujar karyawan perusahaan swasta di daerah Kebayoran ini.
BACA: Jangan Protes, Pria Jarang Umbar Kemesraan di Media Sosial
Belakangan dia malah jadi curiga bahwa temannya suka mengarang cerita. “Sering kali yang dia posting rasanya ‘too good to be true’. Benar atau enggak, ya enggak tau juga deh. He he he,” ujarnya lagi.
Kecurigaan itu bukan tanpa alasan. Media sosial memang kerap dituding sebagai panggung sandiwara, di mana orang-orang menampilkan diri sesuai dengan keinginan, bukan sesuai kenyataan.
Media sosial sering dianggap tempat melakukan pencitraan, termasuk dalam kehidupan berpasangan. Sementara kebiasaan over sharing di media sosial sering dikaitkan dengan gangguan kejiwaan yang berasal dari rendahnya self-esteem yang dimiliki seseorang dan karenanya selalu butuh dukungan dan pengakuan dari lingkungannya.
Pamela B. Rutledge, Ph.D, M.B.A, Director of Media Psychology Research Center menulis artikel yang dimuat di situs Psychologytoday tentang 7 mitos populer terkait media sosial dan relationship. Salah satunya mitos yang mengatakan bahwa online relationship tidak nyata atau tidak mewakili realitas sesungguhnya.
Profesor media psychology dari Fielding Graduate University itu mencoba menepis mitos tersebut dengan pandangan positif yang mengatakan bahwa banyak orang merasa lebih aman berkomunikasi melalui media sosial sehingga lebih terbuka untuk mengungkapkan informasi tentang jati diri mereka yang sesungguhnya.
Menurutnya, hubungan yang dibangun secara online seringkali lebih substansial dan tidak hanya bersifat permukaan, serta memberi kesempatan bagi pasangan untuk mengekspresikan emosi melalui emoticon, misalnya.
BACA: Menyiasati Beban Menjadi Ibu di Era Media Sosial
Koneksi online juga memberi kesempatan untuk terhubung satu sama lain dan mengatasi jarak fisik.
Pamela juga tidak sepakat dengan anggapan bahwa orang tidak jujur dalam berkomunikasi melalui media sosial. Seseorang bisa saja mempresentasikan dirinya secara berbeda di media sosial, tapi itu bukan berarti ia berbohong atau melulu melakukan pencitraan.
Pamela menganalogikannya dengan cara orang berbusana untuk kesempatan yang berbeda. Menurutnya, hal itu sebagai bentuk sikap atau tindakan manusia untuk menyesuaikan atau bertindak sesuai konteks yang dihadapi.
Pandangan Pamela sejalan dengan hasil penelitan Catalina Tomadari University of Winconsin, yang dipublikasikan pertengahan tahun lalu.
Dalam penelitian berjudul The Couple Who Facebooks Together, Stays Together, Toma menguraikan bahwa dengan memublikasikan hubungan cinta, pelakunya terdorong untuk bertindak dengan cara yang sesuai dan konsisten dengan apa yang ia presentasikan pada ‘dunia’.
Dengan kata lain, mereka yang menunjukkan kebahagiaannya bersama pasangan di media sosial, terbukti memang menjalani hubungan yang memuaskan.
Toh, bukan berarti kita bebas membordir timeline media sosial dengan kisah cinta ala serial drama Korea. Sesuatu yang berlebihan memiliki potensi merusak dan ada baiknya dihindari. Posting berlebihan atau pamer kemesraan bisa membuat Anda terkena ‘sanksi sosial’ dan tidak disukai dalam lingkup pergaulan di media sosial.
Jadi jangan heran bila tanpa disadari, Anda tak lagi ada di daftar pertemanan teman-teman Anda. Selain itu, waspada pula potensi bahaya yang bisa mengintai. Di masa sekarang ini banyak kejahatan dilakukan bermodalkan informasi yang diperoleh di media sosial. Jadi tak perlu setiap kali meninggalkan jejak Anda sedang bersama pasangan.
Semakin banyak informasi semakin besar celah untuk disalahgunakan. Pertimbangkan dengan baik setiap kali akan melakukan posting, baik berupa status atau pun ketika mengunggah gambar. Berikan privasi untuk Anda berdua dan nikmati hubungan indah yang sesungguhnya. Bukan untuk mengundang kekaguman, membuat teman iri, atau demi mengejar ‘like’ semata.
Emma Aliudin
KOMENTAR