Bicara soal tenun dan kekayaan wastra nusantara, nama Cita Tenun Indonesia tentu tidak bisa dipandang sebelah mata. Selain dedikasinya untuk memperkenalkan warisan budaya melalui beragam motif kain khas Indonesia, perkumpulan yang diketuai oleh ibu Okke Hatta Rajasa tersebut juga turut andil dalam membina dan menaikkan harkat para pengrajin tenun di berbagai daerah.
Pada perhelatan Jakarta Fashion&Food Festival tanggal 9 Mei 2016 kemarin, Cita Tenun Indonesia untuk keenam kalinya turut meramaikan panggung mode yang bertajuk ‘Jalinan Lungsi Pakan’.
Cita Tenun Indonesia menggaet keenam desainer terkenal dan berbakat yang masing-masing terpilih untuk mengolah material bahan tenun dan enam sentra daerah binaan CTI.
Menariknya, persembahan presentasi mode Cita Tenun Indonesia ‘Jalinan Lungsi Pakan’ di JFFF 2016 menawarkan penggunaan bahan alami kepada pengrajin empat daerah binaan sebagai bukti sikap peduli lingkungan. Pun, peragaan busana kali ini juga hasil kerjasama CTI dan didanai oleh oleh European Union/EU dan HIVOS.
Adapun keenam desainer yang kali ini turut serta berkontribusi dan dipercaya untuk menciptakan keindahan busana 6 tenun nusantara persembahan Cita Tenun Indonesia di JFFF 2016.
Diantaranya ialah Chossy Latu yang kebagian merancang total 8 busana menggunakan bahan tenun dari Jawa Tengah bagian selatan. Lurik atau tenun ikat yang berasal dari Solo yang menjadi sentra binaan menjelma dalam koleksi yang diberi judul “Look’at”.
Chossy berhasil menuangkan busana tenun dalam gaya elegan dan profesional. Lewat jam terbangnya di dunia mode, Chossy mampu memberikan proporsi yang sangat pas dalam memadukan tenun bersama bahan lainnya. Palet earth-toned yang memang menjadi selera pasar dan memiliki daya jual tinggi sengaja dipilih agar koleksi tersebut mampu merengkuh hati peminat kaum urban yang mengagungkan kesan modern.
Sementara, Auguste Soesastro menyebut koleksinya dalam tajuk ‘Kromo’ sebagai strata tertinggi di masyarakat Jawa. Bila Anda menginginkan tampilan feminin nan berkelas yang sarat tradisi, rasanya koleksi dari Auguste Soesastro pantas untuk dilirik.
Ia berhasil menawarkan koleksi yang sepintas mungkin dapat dibuat oleh perancang lainnya. Namun, melalui tangan kreasinya, model busana blus bersiluet H-line bergaya asimetris, atasan tunik bergaya semi-boxy serta luaran model coat sungguh menarik untuk dimiliki.
Selanjutnya, ada Tri Handoko yang terpilih mengolah tenun asal Sulawesi Tenggara dengan tema Guerrilas. Tri hampir selalu menghadirkan gaya yang berbeda dan unik dalam setiap peragaan.
Harapannya untuk mengubah persepsi kain sebagai busana konvensional ia coba terjemahkan dalam nuansa street style dengan sentuhan edgy dan modern dalam presentasi yang sedikit rebel. Siluet longgar pada celana, atasan berkerah lebar dan luaran dikombinasikan bersama beberapa potong pakaian yang didominasi gaya maskulin.
Nampak kemeja berkerah berpotongan fitted dikawinkan bersama kain tenun dan bahan lainnya semisal bahan bermotif garis-garis sebagai elemen pemanis koleksi.
KOMENTAR