Hasilnya, saya menemukan bahwa peptida kuda laut ternyata sangat bagus. Peptida yaitu rangkaian protein yang jumlahnya 8-20 asam amino. Asam amino pendek ini juga memiliki rangkaian yang random dengan kriteria sendiri-sendiri. Nah, rangkaian yang ada pada kuda laut ini ternyata sangat bagus manfaatnya untuk tubuh dan otak kita, antara lain untuk mencegah alzheimer.
Ada rencana meneruskan prosesnya?
Sebetulnya ingin, tapi di Indonesia sarana dan prasarananya terbatas. Belum lagi, di instansi pemerintah ini banyak kegiatan di luar kegiatan penelitian itu sendiri (nonpenelitian). Misalnya, saya juga terlibat dalam tim Perencanaan, Monitoring, dan Evaluasi. Sejauh ini dukungan dari pemerintah juga belum ada. Sayang sebetulnya. Namun, ada perusahaan dari Korea yang tertarik. Hanya saja, karena penelitiannya belum sampai pada tahap final, mereka juga masih menunggu.
Omong-omong, mengapa tertarik jadi peneliti?
Sejak kecil, saya memang tertarik pada dunia penelitian. Saya orangnya kepo (ingin tahu, Red.). Waktu main bola bekel misalnya, saya selalu ingin tahu mengapa bolanya bisa naik turun. Mulailah saya mengulik-ulik lebih dalam.
Terlebih ketika saya kuliah S1 di Jurusan Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang. Saya merasa masyarakat Indonesia belum banyak memanfaatkan organisme laut. Suatu saat ketika kuliah di sana, saya melakukan penelitian tentang rumput laut. Miris sekali ketika para nelayan di pantai itu justru bertanya apa yang saya bawa. Mereka tidak tahu bahwa rumput laut yang ada di tepi pantai dan mereka anggap sebagai sampah itu ternyata bisa dimanfaatkan untuk berbagai hal, misalnya dalam pembuatan es krim, industri makanan, tekstil, dan farmasi.
Bahkan, sejak beberapa tahun belakangan, rumput laut cokelat telah diekspor ke China dalam jumlah yang luar biasa banyaknya, untuk dijadikan pupuk dan polisakarida. Mungkin, kalau terus-menerus diekspor dalam bentuk raw material (mentah) seperti itu, ke depannya bisa terjadi over eksploitasi. Namun, pemerintah sekarang sudah mulai melarang ekspor produk dalam bentuk raw material.
Itu yang membuat Anda tergerak untuk jadi peneliti?
Ya. Saya ingin jadi peneliti dan memberikan manfaat lebih untuk masyarakat Indonesia tentang organisme laut, ke depannya. Bagaimana bisa masyarakat yang tinggal di daerah pesisir tidak tahu apa itu rumput laut dan manfaatnya? Padahal, mereka bisa meningkatkan taraf ekonominya dengan mengolahnya lebih lanjut.
Sebetulnya, cita-cita saya jadi dokter. Namun, pada malam sebelum mengisi formulir pendaftaran UMPTN, saya ingat pidato mantan presiden Abdurrahman Wahid yang mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam hal kelautan, karena 70 persen wilayah Indonesia terdiri dari laut. Akhirnya, Jurusan Ilmu Kelautan menjadi pilihan kedua saya.
Peneliti dianggap profesi yang tidak asyik karena identik dengan tua, kuno, rumit, dan kurang sosialisasi. Benarkah? Itukah penyebab generasi muda enggan jadi peneliti?
Mungkin karena kurangnya sosialisasi dari profesi ini. Bahkan, masih ada yang mengira LIPI singkatan dari Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia. He he. Banyak yang belum mengenal dunia penelitian Indonesia dan LIPI. Pandangan seperti tadi harus diluruskan. I can be what I wanna be. Justru dengan jadi peneliti, saya bisa pergi ke mana saja, misalnya ikut seminar ke Amerika dan Jepang, sekolah dotoral ke Korea, dan terkadang mengajar di Universitas Diponegoro.
KOMENTAR