Menurut Associate Director Community-based Health and Nutrition Project to Reduce Stunting, MCA -Indonesia, Iing Mursalin, anak bertubuh pendek atau stunting masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia.
Iing mengungkapkan, hampir 9 juta atau lebih dari 1/3 balita di Indonesia mengalami stunting.
Baca: Nutrisi yang Tepat Pengaruhi Kecerdasan Si Kecil
Sayangnya, masih banyak yang mengira stunting atau anak bertubuh pendek adalah keturunan orangtua atau keluarga.
"Anak pendek atau stunting bukan sepenuhnya keturunan. Banyak anak yang lebih tinggi dari orangtuanya," kata Iing di @America di Jakarta, Rabu (3/8).
Iing menjelaskan, stunting merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kekurangan gizi dalam waktu lama dan infeksi penyakit berulang pada 1000 hari pertama kehidupan.
Baca: 6 Nutrisi untuk Pertumbuhan Anak
Akibatnya, anak bertubuh pendek atau stunting memiliki perkembangan otak yang tidak optimal sehingga memengaruhi kecerdasan. Selain itu, di masa mendatang anak stunting lebih berisiko kurang produktif dibanding anak tidak stunting. Mereka juga lebih rentan terkena penyakit seperti obesitas yang bisa berkembang menjadi penyakit jantung dan diabetes.
Iing mengatakan, banyak faktor yang menyebabkan anak kurang gizi. Salah satunya adalah pemberian ASI yang tidak optimal. Hal senada dikatakan dokter dan konsultan laktasi Falla Adinda.
Baca: Menu Bekal Sekolah Sehat dan Bergizi Untuk Si Kecil
"ASI berperan mencegah stunting. Kurang dari 10 persen saja faktor genetik yang membuag anak pendek, selebihnya adalah gizi," kata Falla.
Untuk mencegah stuning, anak harus mendapat cukup gizi pada 1000 hari pertama kehidupan, yaitu dimulai pada masa kehamilan ibu dan anak lahir hingga usia dua tahun.
Baca: Hasil Riset: Sarapan Sehat Membuat Nilai Rapor Anak 4,5 Kali Lebih Tinggi!
Bayi baru lahir harus diberi ASI eksklusif selama 6 bulan. Kemudian dilanjut dengan pemberian makanan pendamping ASI yang begizi.
"Jadi pemberian gizi dan ASI jadi investasi awal anak-anak kita di masa mendatang," kata Iing lagi.
Dian Maharani/KompasHealth
KOMENTAR