Sebetulnya sebelum main bola voli saya sudah berhijab, meski masih buka-pakai buka-pakai. Misalnya pas kuliah atau beraktivitas di luar bola voli. Sampai pada satu titik di mana hati saya berkata, tidak mungkn saya begini terus, buka-pakai hijab. Cuma, waktu itu saya belum punya knowledge tentang bagaimana cara berhijab untuk pemain bola voli. Saya belum tahu harus mencari informasi kemana, cara pakainya bagaimana, dan sebagainya.
Sampai akhirnya saya memberanikan diri. Saya bilang ke diri saya, tidak boleh menunda lagi. Kalau seandainya dengan berhijab job saya di bola voli jadi hilang, ya sudah, berarti itu bukan rezeki saya.
Alhamdulillah, saya bersyukur dikelilingi orang-orang yang mempemudah niat saya. Awalnya saya bilang ke pelatih, saya mau main bola voli tapi pakai hijab, boleh enggak? Kata pelatih boleh, enggak ada masalah. Memang sempat ada ketakutan saya enggak bakal bermain bola voli lagi, karena tidak ada klub yang mengontak saya setelah saya memutuskan berhijab. Bahkan, ketika turnamen Pertamina Proliga tahun ini sudah berjalan satu bulan, belum ada yang mengontak. Padahal, biasanya tes untuk masuk tim Proliga adalah di akhir Desember.
Barulah pada awal Januari 2016, klub Gresik Petrokimia menghubungi saya. Saya bilang enggak mau lepas hijab. Pihak Petrokimia kemudian konfirmasi ke manajemen dan seminggu kemudian mereka mengontak lagi, saya diminta datang dan diterima. Yang lain-lain, seperti izin dan segala macamnya, pihak klub Gresik Petrokimia yang mengurusi. Jadi, saya sangat terbantu oleh manajemen Gresik Petrokimia.
Ada pengaruh enggak, sih, ke permainan?
Enggak ada. Saya pakai hijab pertama kali waktu ikut Pertamina Proliga bersama Gresik Petrokimia awal 2016 ini. Sebetulnya pengaruhnya lebih ke faktor psikologis, sih. Dari yang tadinya enggak memakai hijab, pasti ada pro kontra. Awalnya respons dari teman-teman seklub juga macam-macam, ada yang mencemooh, ada juga yang mengucilkan. Tapi itu hanya di awal-awal saja, makin ke sini malah makin mendukung. Mayoritas pemain di klub, kan, muslimah.
Sekarang sudah makin banyak yang berhijab ya?
Ya. Kalau untuk yang pertama kali memakai hijab memang saya dan teman seklub saya, Helda, pada kompetisi Pertamina Proliga 2016 (sekarang Helda memperkuat Tim PON Jawa Barat – Red.) Cuma, di mini PON beberapa waktu lalu, saya lihat sudah lumayan banyak pemain yang berhijab. Mungkin mereka juga sebetulnya pengin, tapi nggak tahu caranya. Ya, alhamdulillah.
Sekarang relatif tidak ada masalah tampil di event apa pun. Sempat juga saya main di Singapura, enggak ada masalah. Saya bersyukur banget, karena menurut saya, agama Islam kita diperintahkan berhijab sesudah baliq, bukan sesudah baik. Dan saya, sebagai pemain bola voli, enggak mungkin juga meninggalkan perintah agama. Jadi, dua-duanya bisa jalan.
Apa beda kostum pemain yang memakai hijab dengan yang tidak?
Untuk satu tim, pemain yang memakai hijab harus satu warna, di luar kaus tim. Jadi, warna hijab, legging dan manset harus sama. Misalnya kalau di satu tim ada 3 pemain berhijab, maka ketiganya harus mengenakan hijab, legging dan manset dengan warna yang sama.
Bahannya memang khusus, harus yang bisa menyerap keringat. Udah gitu, karena bersentuhan langsung dengan rambut, bahanya juga harus tepat. Kalau enggak pas, jilbab jadi jadi licin, bisa melorot. Nah, bahan seperti itu sulit dapatnya, makanya saya dan Helda sekarang memproduksi sendiri, meski penjualan masih terbatas. Bahannya impor. Kebetulan saya punya teman konveksi, dia yang bantu nyariin. Nah, bahan yang biasa saya pakai memang rada susah, harus order minimal sebulan dan belinya enggak bisa sedikit.
KOMENTAR